Artikel Mahabharata

Kata Pengantar

Om Swastyastu,
           
            Rasa angayubagia penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Ynag Maha Esa, karena atas rahmat dan waranugrahanya penulis dapat menyelesaikan Artikel Mahabharata.

            Artikel ini penulis susun berdasarkan buku Kitab Bhagavad-Gita untuk kelas X. Artikel Mahabharata ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan dan pedoman untuk membangun Etika dan Moral sehingga dapat menumbuh-kembangkan dan meningkatkan kualitas Sradha, Swadharma, dan Bhakti melalui pemberian, pemupukan penghayatan, dan pengalaman ajaran Agama, serta membangun insan Hindu yang dapat mewujudkan nilai-nilai Moksartham Jagadhita dalam kehidupan.

            Penulis menyadari bahwa artikel ini belum mencapai sempurna, sehingga penulis mengharapkan saran dan masukan dari para pembaca.

Om Snatih, Santih, Santih, Om.



           


                                                                                                Denpasar, 5 Oktober 2012

                                                                                               Ni Putu Ayu Ratih Pinarisraya




Daftar Isi

Kata pengantar …………………………………………………………………………... i
Daftar Isi ………………………………………………………………………………… ii

Bab I  
1.2      Rumusan masalah ………………………………………………………………...     1
1.3      Latar belakang …………………………………………….………………………    1
1.4      Tujuan penulisan ………………………………………………………………….     1

Bab II
Pembahasan …………………………………………………………………………    2
1.2.1        Siapakah pengarang cerita Mahabarata? ……………………………………    2
1.2.2        Ulaskan secara singkat cerita Mahabarata? …………………………………    3
1.2.3        Bagaimana silsilah keluarga Bharata? ………………………………………    4
1.2.4        Jelaskan bagian-bagian cerita Mahabarata? …………………………………    5
1.2.5        Apa pengaruh cerita Mahabara bagi bangsa Indoesia? ……………………...   30
1.2.6        Apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam cerita Mahabarata? ……………    31

Bab III
        Penutup ………………………………………………………………………………  32
3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………………   32
3.2 Saran ……………………………………………………………………………..   32
Daftar Isi ……………………………………………………………………………..  33


MAHABHARATA

BAB I
PENDAHULUAN
1.2  Rumusan masalah
1.      Siapakah pengarang cerita Mahabarata?
2.      Ulaskan secara singkat cerita Mahabarata?
3.      Bagaimana silsilah keluarga Bharata?
4.      Jelaskan bagian-bagian cerita Mahabarata?
5.      Apa pengaruh cerita Mahabara bagi bangsa Indoesia?
6.      Apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam cerita Mahabarata?

1.3 Latar belakang
      Hikayat yaitu cerita kuna sejenis roman bahasa melayu yang penuh dengan khayal. Isinya menceritakan kehidupan putera raja yang gagah perkasa beserta putri yang cantik molek. Biasanya juga dimulai dengan menceritakan nenek moyang mereka yang berasal dari dewa-dewa dari kayangan. Lukisan peristiwa-peristiwa dipentingkan, dan diceritakan secara mengagumkan berhubungan dengan kesakitan dan pengalaman-pengalam yang penuh bahaya. Pada umumnya berakhir dengan pertemuan antara putra raja dengan kekasihnya, yang setelah kawin lalu memerintah kerajaan yang makmur. Dalam hikayat banyak mengandung anasir asing yang dijalinkan, sehingga terdapat lukisan kemelayuan, dewa-dewa hindu. Misalnya saja hikayat Mahabarata, Hikayat Ramayana, Hikayat Sri rama dan masih banyak lagi.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang Hikayat Mahabarata: Epos India dalam kesusastraan melayu lama.

1.4  Tujuan penulisan
1.      Mengetahui siapa pengaran cerita mahabarata.
2.      Mengetahui secara ringkas cerita Mahabarata
3.      Mampumengetahui silsilah keluarga Bharata
4.      Mampu memahami bagian-bagian yang terdapat dalam cerita Mahabarata.
5.      Mampu mengetahui pengaruh cerita Mahabarata pada bangsa Indonesia.
6.      Mengetahui nilai-nilai yang terkandung di dalam cerita Mahabarata.



BAB II
PEMBAHASAN
Mahabharata (Sanskerta: महाभारत) adalah sebuah karya sastra kuno yang konon ditulis oleh Begawan Byasa atau Vyasa dari India. Buku ini terdiri dari delapan belas kitab, maka dinamakan Astadasaparwa (asta = 8, dasa = 10, parwa = kitab). Namun, ada pula yang meyakini bahwa kisah ini sesungguhnya merupakan kumpulan dari banyak cerita yang semula terpencar-pencar, yang dikumpulkan semenjak abad ke-4 sebelumSecara singkat, Mahabharata menceritakan kisah konflik para Pandawa lima dengan saudara sepupu mereka sang seratus Korawa, mengenai sengketa hak pemerintahan tanah negara Astina. Puncaknya adalah perang Bharatayuddha di medan Kurusetra dan pertempuran berlangsung selama delapan belas hari Masehi.

1.2.1        Siapakah pengarang cerita Mahabarata
Menurut pendapat umum wiracarita ini dikarang oleh seorang pendeta bernama Wyasa. Tetapi oleh ilmu sejarah pendapat itu tak dapat dibenarkan, karena mengingat:
a.        Pertumbuhan wiracarita ini kurang lebih 800 tahun (dari 400 s.M sampai 400 M).
b.         Besar wiracarita ada 100.000 seloka (seloka ialah sajak dua baris seuntai dan tiap baris terdiri dari 16 suku kata).
Oleh karena itu sukar untuk menyatakan dengan pasti bahwa Wyasa itu penciptanya. Mungkin Wyasa itu hanya penyusun saja. Dikatakan pula, Wyasa itu nenek dari kaum Kurawa dan Pandawa; yang kurang masuk akal bila usianya sampai 800 tahun. Kesimpulan terakhir yang dapat diambil adalah Wyasa sebagai compulator (pengumpul) . Nama lengkap compulator tersebut ialah Wyasa Krisna Dwipayana.
Buku yang disusun oleh Wyasa dan merupakan sebuah epos/wiracerita, yakni cerita tentang kehidupan pahlawan, yang pertumbuhannya dan perkembangannya berlangsung kira-kira 800 tahun, yakni dai tahun 400 sebelum Masehi hingga tahun 400 sesudah masehi. Epos Mahabarata terdiri atas 100.000 seloka (tiap seloka terdiri atas dua baris dan tiap baris terdiri atas 16 suku kata) dan terbagi atas 18 jilid (parwa), sehingga mahabarata dinamai pulaAstadasaparwa. Epos Mahabarata mula-mula disadur ke dalam bahasa Jawa pada tahun 1000, yakni zaman pemerintahan raja Darma wangsa; baru kemudian pada abad ke-15 disadur ke dalam bahasa Melayu dengan huruf Jawi. Nama lengkap buku itu sebetulnya : Mahabarata Yuddha. Mahabarata berbahasa Indonesia dikeluarkan oleh Balai Pustaka.


1.2.2        Ulaskan secara singkat cerita Mahabarata
Kerajaan Astinapura diperintah oleh Santanu. Sewaktu akan kawin dengan Satyawati, Bhisma bersumpah tidak akan kawin-kawin. Dari perkawinan raja dengan Saryawati lahir Wicatrawirya dan Citrarangga yang keduanya mati muda. Satyawati minta supaya Bhisma bersedia kawin dengan Ambika (istri saudara tirinya), tetapi ditolaknya demi janjinya dulu. Dalam perkawinanya mula-mula Satyawati lahirlah Vyasa. Akhirnya Vyasah yang kawin dengan Ambika dan Ambilika. Dari Ambilika lahir putra yang dinamai Destarasta (buta). Dari Ambilika putranya pandu. Karena abangnya buta, Pandulah yang menjadi raja. Setelah pandu meninggal Destarastralah yang mendidik anak-anak Pandu, yaitu Yudistira, Bhisma, dan Arjuna (ketiga anak pandu dengan Kunti), Nakula dan Sadewa (kedua anak Pandu dengan Madri); disamping mendidik anak-anaknya yang beratus orang itu. Sebagai pendidik anak-anak tersebut Destrarastra menyerahkan tugas itu kepada Durna (mamak Kurawa). Kurawa, yaitu nama keluarga untuk anak-anak Destarastra, sedangkan Pandawa adalah nama keluarga untuk keturunan Pandu. Durna nampaknya menganaktirikan Pandawa. Sebab itu Pandawa melaporkanya kepada Destarata, berkali-kali penjudian diadakan untuk menentukan siapa yang harus memiliki kerjaan ngastinapura. Karna dalam perjudian Kurawa selalu mendapat isyarat dari Durna, selalulah Kurawa yang menang. Akibatnya Kurawalah yang memiliki ngastinapura damPandawa harus dibung ke dalam hutan. Di dalam hutan itu pandawa memuat pondok. Atas perintah Duryudana pondok mereka dibakar, tetapi Pandawa dapat menyelamatkan diri.  Dalam pada itu Pandawa kesasar ke suatu negri yang sedang mengadakan sayembara untuk memilih menantu raja. Siapa yang bisamenembus sampai empat puluh buah daun lontar, dialah yang diambil sebagai menantu. Kebetulan Pandawalah yang bisa dan dia diambil menjadi menantu raja. Terbetiklah berita ini kepada Kurawa, lalu diserangnya kerajaan Pandawa. Tetapi apa lacur si penyerang mengalami kekalahan. Pandawa akhirnya merebut haknya atas kerajaan ngastinapura. Terjadilah pertempuran hebat di padang Kuruksetra. Pandawa dibantu oleh Kresna (penjelmaan Wisnu). Disini terjadi dialok antara Kresa sebagai guru dan Arjuna sebagai murid, yang sangat banyak mengandung filsafat kehidupan. Inilah bahagian mahabarata yang paling indah. Arjuna pada mulanya ragu-ragu, kemudian bangkit lagi semangatnya. Banyak orang bertangisan melihat korban akibat keganasan perang dan akhirnya timbulah penyesalan. Pahlawan-pahlawan yang telah gugur semuanya dibakar. Sebulan lamanya mereka membersihkan diri. Yudistira menolak tawaran untuk menjadi raja dan dia sendiri meminta Arjuna bersedia menjadi raja, tetapi Arjuna menolak. Akhirnya Yudistira menjadi raja dan kembalilah Pandawa memegang pemerintahan. Mereka sudah pernah mendapat wejangan soal kebatinan dan kewajiban raja. Kemudian diadakan selamatan asuameda, kerajaan tambah luas. Silih berganti pembesar-pembesar pergi bertapa ke hutan dan tahta kerajaan diserahkan kepada Pariksit (putra Abimayu). Akhirnya sebatangkaralah Yudistira, karena semua saudara habis meninggal. Yudistira dijemput bersama anjingnya ke surga. Yudistira langsung di bawah ke Indraloka. Pandawa setelah mengalami persucian lalu masuk ke surga. Kurawa dari surga di masukan ke neraka dalam jangka waktu yang tidak ditentukan.


1.2.3        Bagaimana silsilah keluarga Bharata
            Dewi Gangga + Syantanu + Setyawati + Parasyara
                                  Bhisma Wyasa

Ambika + Citarnggada + Ambika                                        Ambika + Wicitrawira + Ambalika
                 ( meninggal)                                                                           ( meninggal)
                                         Ambalika + Wyasa + Ambika
                                                          Widura                       
                                                                                              Drestarastra + Gandri
Dewa Surya + Kunti + Pandu + Madrim                                         100 Kurawa
1.      Karna
2.      Yudistira (dari Dewa Brahma)         
3.      Bhima ( dari Dewa Wayu)
4.      Arjuna ( dari Dewa Indra)
5.      Bhima ( dari Dewa Wayu)
6.      Nakula & Sadewaa

1.2.4     Jelaskan bagian-bagian cerita Mahabarata
Kisah ini menceritakan konflik hebat keturunan Pandu dan Dristarasta dalam memperebutkan takhta kerajaan. Menurut sumber yang saya dapatkan, epos ini ditulis pada tahun 1500 SM. Namun fakta sejarah yang dicatat dalam buku tersebut masanya juga lebih awal 2.000 tahun dibanding penyelesaian bukunya. Artinya peristiwa yang dicatat dalam buku ini diperkirakan terjadi pada masa ±5000 tahun yang silam.
Cerita Mahabarat yang besarnya 100.000 seloka itu terbagi dalam 18 bagian, yang tiap-tiap bagian disebut parwa.
1.      Adiparwa
Menceritakan kehidupan Pandawa dan Kurawa pada waktu masih anak-anak.
Kisah Prabu Santanu dan keturunannya
Tersebutlah seorang Raja bernama Pratipa, beliau merupakan salah satu keturunan Sang Kuru atau Kuruwangsa, bertahta di Hastinapura. Raja Pratipa memiliki permaisuri bernama Sunandha dari Kerajaan Siwi, yang melahirkan tiga putera. Di antara ketiga putera tersebut, Santanudinobatkan menjadi Raja. Raja Santanu menikahi Dewi Gangga, kemudian berputera 8 orang. Tujuh puteranya yang lain ditenggelamkan ke sungai oleh istrinya sendiri, sedangkan puteranya yang terakhir berhasil selamat karena perbuatan istrinya dicegah oleh Sang Raja. Puteranya tersebut bernama Dewabrata, namun di kemudian hari bernama Bhisma. Raja Santanu menikah sekali lagi dengan seorang puteri nelayan bernamaSatyawati. Satyawati melahirkan 2 putera, bernama Chitrāngada dan Wicitrawirya.
Chitrāngada mewarisi tahta ayahnya. Namun karena ia gugur di usia muda pada suatu pertempuran melawan seorang Raja Gandharva, pemerintahannya digantikan oleh adiknya, Wicitrawirya[1]. Wicitrawirya menikahi Ambika dan Ambalika dari Kerajaan Kasi. Tak lama setelah pernikahannya, Wicitrawirya wafat. Untuk memperoleh keturunan, kedua janda Wicitrawirya melangsungkan upacara yang dipimpin oleh BagawanByasa. Ambika melahirkan Drestarastra yang buta sedangkan Ambalika melahirkan Pandu yang pucat. Atas anugerah Bagawan Byasa, seorang pelayan yang turut serta dalam upacara tersebut melahirkan seorang putera, bernama Widura yang sedikit pincang[1]. Drestarastra menikahiGandari kemudian memiliki seratus putera yang disebut Korawa. Pandu menikahi Kunti dan Madri. Kunti melahirkan Yudistira, Bhima, dan Arjuna. Madri melahirkan Nakula dan Sadewa. Keturunan Pandu tersebut disebut Pandawa.

Kisah masa kecil Pandawa dan Korawa

Pandawa dan Korawa hidup bersama-sama di istana Hastinapura. Bagawan Drona mendidik mereka semasa kanak-kanak, bersama dengan puteranya yang bernama Aswatama. Selain itu mereka diasuh pula oleh Bhisma dan Bagawan Kripa. Setelah Pandu mangkat, kakaknya yang bernama Drestarastra melanjutkan pemerintahan. Drestarastra melihat talenta para Pandawa dan hendak mencalonkan Yudistira sebagai Raja, namun hal tersebut justru menimbulkan sikap iri hati dalam diri Duryodana, salah satu Korawa. Tingkah laku Bima yang tanpa sengaja merugikan para Korawa juga sering membuat Duryodana dan adik-adiknya kesal.

Terbakarnya rumah damar

Suatu hari Duryodana berpikir ia bersama adiknya mustahil untuk dapat meneruskan tahta Dinasti Kuru apabila sepupunya masih ada. Mereka semua (Pandawa lima dan sepupu-sepupunya atau yang dikenal juga sebagai Korawa) tinggal bersama dalam suatu kerajaan yang beribukota di Hastinapura. Akhirnya berbagai niat jahat muncul dalam benaknya untuk menyingkirkan Pandawa lima beserta ibunya.
Drestarastra yang mencintai keponakannya secara berlebihan mengangkat Yudistira sebagai putra mahkota tetapi ia langsung menyesali perbuatannya yang terlalu terburu-buru sehingga ia tidak memikirkan perasaan anaknya. Hal ini menyebabkan Duryodana iri hati dengan Yudistira, ia mencoba untuk membunuh pandawa lima beserta ibu mereka yang bernama Kunti dengan cara menyuruh mereka berlibur ke tempat yang bernama Ekacakra. Di sana terdapat bangunan yang megah, yang telah disiapkan Duryodana untuk mereka berlibur dan akan membakar bagunan itu di tengah malam pada saat pandawa lima sedang terlelap tidur. Segala sesuatunya yang sudah direncanakan Duryodana dibocorkan oleh Widura yang merupakan paman dari Pandawa lima. Sebelum itu juga Yudistira juga telah diingatkan oleh seorang petapa yang datang ke dirinya bahwa akan ada bencana yang menimpannya oleh karena itu Yudistira pun sudah berwaspada terhadap segala kemungkinan. Untuk pertama kalinya Yudistira lolos dalam perangkap Duryodana dan melarikan diri ke hutan rimba.

Pandawa mendapatkan Dropadi

Pada suatu hari, Pandawa mengikuti sayembara yang diselenggarakan Raja Drupada di Kerajaan Panchala. Sayembara tersebut memperebutkan Dewi Dropadi. Banyak ksatria di penjuruBharatawarsha turut menghadiri. Para Pandawa menyamar sebagai seorang Brāhmana. Sebuah sasaran diletakkan di tengah-tengah arena, dan siapa yang berhasil memanah sasaran tersebut dengan tepat, maka ialah yang berhasil mendapatkan Dropadi. Satu-persatu ksatria maju, namun tidak ada satu pun yang berhasil memanah dengan tepat. Ketika Karna dari Kerajaan Angaturut serta, ia berhasil memanah sasaran dengan baik. Namun Dropadi menolak untuk menikahi Karna karena karna anak seorang kusir yang tentu lebih rendah kastanya. Karna kecewa tetapi juga kesal terhadap Dropadi.
Para Pandawa yang diwakili oleh Arjuna turut serta. Arjuna berpakaian seperti Brāhmana. Ketika ia tampil ke muka, ia berhasil memanah sasaran dengan baik, maka Dropadi berhak menjadi miliknya. Namun hal tersebut menimbulkan kericuhan karena seorang Brāhmana tidak pantas untuk mengikuti sayembara yang ditujukan kepada golongan ksatria. Arjuna dan Bima pun berkelahi dengan para ksatria di sana, sementara Yudistira, Nakula dan Sadewa melarikan Dropadi ke rumah mereka. Sesampainya di rumah, Pandawa berseru, "Ibu, kami datang membawa hasil meminta-minta". Kunti, ibu para Pandawa, tidak melihat apa yang dibawa oleh anak-anaknya karena sibuk dan berkata, "Bagi dengan rata apa yang kalian peroleh". Ketika ia menoleh, alangkah terkejutnya ia karena anak-anaknya tidak saja membawa hasil meminta-minta, namun juga seorang wanita. Kunti yang tidak mau berdusta, membuat anak-anaknya untuk berbagai istri[1].

Arjuna mengasingkan diri ke hutan

Para Pandawa sepakat untuk membagi Dropadi sebagai istri. Mereka juga berjanji tidak akan mengganggu Dropadi ketika sedang bermesraan di kamar bersama dengan salah satu dari Pandawa. Hukuman dari perbuatan yang mengganggu adalah pembuangan selama 12 tahun.
Pada suatu hari, ketika Pandawa sedang memerintah kerajaannya di Indraprastha, seorang pendeta masuk ke istana dan melapor bahwa pertapaannya diganggu oleh para rakshasa. Arjuna yang merasa memiliki kewajiban untuk menolongnya, bergegas mengambil senjatanya. Namun senjata tersebut disimpan di sebuah kamar dimana Yudistira dan Dropadi sedang menikmati malam mereka. Demi kewajibannya, Arjuna rela masuk kamar mengambil senjata, tidak memedulikan Yudistira dan Dropadi yang sedang bermesraan di kamar. Atas perbuatan tersebut, Arjuna dihukum untuk menjalani pembuangan selama 12 tahun. Arjuna menerima hukuman tersebut dengan ikhlas.
Arjuna menghabiskan masa pengasingannya dengan menjelajahi penjuru Bharatawarsha atau daratan India Kuno. Selama masa pengasingannya, Arjuna memiliki tiga istri lagi. Mereka adalah:Subadra (adik Sri Kresna), Ulupi, dan Citrangada. Dari hubungannya dengan Subadra anaknya bernama Abimanyu. Dengan Ulupi anaknya bernama Irawan. Dengan Citrangada anaknya bernamaBabruwahana.

Kisah Bagawan Dhomya menguji tiga muridnya

Dikisahkan seorang Brāhmana bernama Bagawan Dhomya, tinggal di Ayodhya. Ia memiliki 3 murid, bernama: Sang Utamanyu, Sang Arunika, dan Sang Weda. Ketiganya akan diuji kesetiaannya oleh Sang Guru. Sang Arunika disuruh bersawah. Dengan berhati-hati Sang Arunika merawat biji padi yang ditanamnya. Ketika biji-bijinya sedang tumbuh, datanglah hujanmembawa air bah yang kemudian merusak pematang sawahnya. Ia khawatir kalau air tersebut akan merusak tanamannya, maka ia perbaiki pematangnya untuk menahan air. Berkali-kali usahanya gagal dan pematangnya jebol, maka ia merebahkan dirinya sebagai pengganti pematang yang jebol untuk menahan air. Karena kesetiannya tersebut, Sang Arunika diberikan anugerah kesaktian oleh Bagawan Dhomya.
Sementara itu, Sang Utamanyu disuruh mengembala sapi. Sang Utamanyu tidak diperbolehkan untuk meminta-minta air kalau ia sedang haus saat mengembala sapi, maka ia menjilat susu sapi yang digembalanya. Hal tersebut juga ditentang oleh Sang Guru, maka Sang Utamanyu menghisap getah daun “waduri” untuk menghilangkan dahaga. Hal tersebut mengakibatkan matanya buta. Ia tidak tahu jalan sehingga terperosok ke dalam sumur kering. Sampai sore, Sang Utamanyu tidak juga kembali pulang, gurunya menjadi cemas. Ketika dicari, didapatinya Sang Utamanyu berada dalam sebuah sumur. Bagawan Dhomya kemudian mendengarkan cerita Sang Utamanyu. Karena kesetiannya terhadap kewajiban, Sang Utamanyu diberikan mantra saktiyang mampu menyembuhkan penyakit oleh Bagawan Dhomya.
Sementara itu, Sang Weda disuruh tinggal di dapur untuk menyediakan hidangan yang terbaik buat gurunya. Sang Weda selalu menuruti perintah gurunya, meski yang buruk sekalipun. Segala perintah gurunya dikerjakan dengan baik. Maka dari itu, Sang Weda dianugerahi segala macam ilmu pengetahuan, mantra Veda, dan kecerdasan.

Kisah Sang Winata dan Sang Kadru

Dikisahkan terdapat seorang Maharsi bernama Bagawan Kasyapa, putera bagawan Marici, cucu Dewa Brahma. Ia diberi oleh Bagawan daksa empat belas puteri. Keempat belas puteri tersebut bernama: Aditi, Diti, Danu, Aristi, Anayusa, Kasa, Surabhi, Winata, Kadru, Ira, Parwa, Mregi, Krodhawasa, Tamra. Di antara empat belas puteri tersebut, Sang Winata dan Kadru tidak memiliki anak. Mereka berdua kemudian memohon belas kasihan Bagawan Kasyapa. Sang Kadru memohon seribu anak sedangkan Sang Winata hanya memohon dua anak. Kemudian Bagawan Kasyapa memberikan Sang Kadru seribu butir telur sedangkan Sang Winata diberikan dua butir telur. Kedua puteri tersebut kemudian merawat telur masing-masing dengan baik.
Singkat cerita, seribu butir telur milik Sang Kadru menetas, dan lahirlah para Naga. Yang terkemuka adalah Sang Anantabhoga, Sang Wasuki, dan Sang Taksaka. Sementara telur Sang Kadru sudah menetas semuanya, telur Sang Winata belum menetas. Karena tidak sabar, maka telurnya dipecahkan. Ketika pecah, terlihatlah seorang anak yang baru setengah jadi, bagian tubuh ke atas lengkap sedangkan dari pinggang ke bawah tidak ada. Sang anak marah karena ditetaskan sebelum waktunya. Anak tersebut kemudian mengutuk ibunya supaya diperbudak oleh Sang Kadru berlebih-lebihan. Kelak, saudaranya yang akan menetas akan menyelamatkan ibunya dari perbudakan. Anak tersebut kemudian diberi nama Sang Aruna, karena tidak memiliki kaki dan paha. Sang Aruna menjadi sais (kuir) kereta Dewa Surya.

2.      Sabhapaarwa
Menceritakan perjudian Yudhistira yang mempertaruhkan negerinya sehingga kalah.

Pandawa dan Korawa main dadu


Dropadi dihina di muka umum saat Pandawa kalah main dadu dengan Korawa.
Dretarastra menyiapkan arena judi di Hastinapura, dan setelah selesai ia Mengutus Widura 
untuk mengundang Pandawa bermain dadudi Hastinapura. Yudistira sebagai kakak para Pandawa, menyanggupi undangan tersebut. dengan disertai para saudaranya beserta istri dan pengawal, Yudistira berangkat menuju Hastinapura. Sesampainya di Hastinapura, rombongan mereka disambut dengan ramah olehDuryodana. Mereka beristirahat di sana selama satu hari, kemudian menuju ke arena perjudian.
Yudistira berkata, "Kakanda Prabu, berjudi sebetulanya tidak baik. Bahkan menurut para orang bijak, berjudi sebaiknya dihindari karena sering terjadi tipu-menipu sesama lawan". Setelah mendengar perkataan Yudistira, Sangkuni menjawab, "Maaf paduka Prabu. Saya kira jika anda berjudi dengan Duryodana tidak ada jeleknya, sebab kalian masih bersaudara. Apabila paduka yang menang, maka kekayaan Duryodana tidaklah hilang sia-sia. Begitu pula jika Duryodana menang, maka kekayaan paduka tidaklah hilang sia-sia karena masih berada di tangan saudara. Untuk itu, apa jeleknya jika rencana ini kita jalankan?"
Yudistira yang senang main dadu akhirnya terkena rayuan Sangkuni. Maka permainan dadu pun dimulai. Yudistira heran kepada Duryodana yang diwakilkan oleh Sangkuni, sebab dalam berjudi tidak lazim kalau diwakilkan. Sangkuni yang berlidah tajam, sekali lagi merayu Yudistira. Yudistira pun termakan rayuan Sangkuni.
Mula-mula Yudistira mempertaruhkan harta, namun ia kalah. Kemudian ia mempertaruhkan harta lagi, namun sekali lagi gagal. Begitu seterusnya sampai hartanya habis dipakai sebagai taruhan. Setelah hartanya habis dipakai taruhan, Yudistira mempertaruhkan prajuritnya, namun lagi-lagi ia gagal. Kemudian ia mempertaruhkan kerajaannya, namun ia kalah lagi sehingga kerajaannya lenyap ditelan dadu. Setelah tidak memiliki apa-apa lagi untuk dipertaruhkan, Yudistira mempertaruhkan adik-adiknya. Sangkuni kaget, namun ia juga sebenarnya senang. Berturut-turut Sahadewa, Nakula, Arjuna, dan Bima dipertaruhkan, namun mereka semua akhirnya menjadi milik Duryodana karena Yudistira kalah main dadu.

Dropadi dihina di muka umum

Harta, istana, kerajaan, prajurit, dan saudara Yudistira akhirnya menjadi milik Duryodana. Yudistira yang tidak memiliki apa-apa lagi, nekat mempertaruhkan dirinya sendiri. Sekali lagi ia kalah sehingga dirinya harus menjadi milik Duryodana. Sangkuni yang berlidah tajam membujuk Yudistira untuk mempertaruhkan Dropadi. Karena termakan rayuan Sangkuni, Yudistira mempertaruhkan istrinya, yaitu Dewi Dropadi. Banyak yang tidak setuju dengan tindakan Yudistira, namun mereka semua membisu karena hak ada pada Yudistira.
Duryodana mengutus Widura untuk menjemput Dropadi, namun Widura menolak tindakan Duryodana yang licik tersebut. karena Widura menolak, Duryodana mengutus para pengawalnya untuk menjemput Dropadi. Namun setelah para pengawalnya tiba di tempat peristirahatan Dropadi, Dropadi menolak untuk datang ke arena judi. Setelah gagal, Duryodana menyuruh Dursasana, adiknya, untuk menjemput Dropadi. Dropadi yang menolak untuk datang, diseret oleh Dursasana yang tidak memiliki rasa kemanusiaan. Dropadi menangis dan menjerit-jerit karena rambutnya ditarik sampai ke arena judi, tempat suami dan para iparnya berkumpul.
Dengan menangis terisak-isak, Dropadi berkata, "Sungguh saya tidak mengira kalau di Hastina kini telah kehilangan banyak orang bijak. Buktinya, di antara sekian banyak orang, tidak ada seorang pun yang melarang tindakan Dursasana yang asusila tersebut, ataukah, memang semua orang di Hastina kini telah seperti Dursasana?", ujar Dropadi kepada semua orang yang hadir di balairung. Para orangtua yang mendengar perkataan Dropadi tersebut tersayat hatinya, karena tersinggung dan malu.
Wikarna, salah satu Korawa yang masih memiliki belas kasihan kepada Dropadi, berkata, "Tuan-Tuan sekalian yang saya hormati! Karena di antara Tuan-Tuan tidak ada yang menanggapi peristiwa ini, maka perkenankanlah saya mengutarakan isi hati saya. Pertama, saya tahu bahwa Prabu Yudistira kalah bermain dadu karena terkena tipu muslihat paman Sangkuni! Kedua, karena Prabu Yudistira kalah memperteruhkan Dewi Dropadi, maka ia telah kehilangan kebebasannya. Maka dari itu, taruhan Sang Prabu yang berupa Dewi Dropadi tidak sah!"
Para hadirin yang mendengar perkataan Wikarna merasa lega hatinya. Namun, Karna tidak setuju dengan Wikarna. Karna berkata, "Hei Wikarna! Sungguh keterlaluan kau ini. Di ruangan ini banyak orang-orang yang lebih tua daripada kau! Baliau semuanya tentu tidak lebih bodoh daripada kau! Jika memang tidak sah, tentu mereka melarang. Mengapa kau berani memberi pelajaran kepada beliau semua? Lagipula, mungkin memang nasib Dropadi seperti ini karena kutukan Dewa. cobalah bayangkan, pernahkah kau melihat wanita bersuami sampai lima orang?"
Mendengar perkataan Karna, Wikarna diam dan membisu. Karena sudah kalah, Yudistira dan seluruh adiknya beserta istrinya diminta untuk menanggalkan bajunya, namun hanya Dropadi yang menolak. Dursasana yang berwatak kasar, menarik kain yang dipakai Dropadi. Dropadi berdo'a kepada para Dewa agar dirinya diselamatkan. Sri Kresna mendengar do'a Dropadi. Secepatnya ia menolong Dropadi secara gaib. Sri Kresna mengulur kain yang dikenakan Dropadi, sementara Dursasana yang tidak mengetahuinya menarik kain yang dikenakan Dropadi. Hal tersebut menyebabkan usaha Dursasana menelanjangi Dropadi tidak berhasil. Pertolongan Sri Kresna disebabkan karena perbuatan Dropadi yang membalut luka Sri Kresna pada saat upacara Rajasuyadi Indraprastha.

Pandawa dibuang ke tengah hutan

Melihat perbuatan Dursasana yang asusila, Bima bersumpah kelak dalam Bharatayuddha ia akan merobek dada Dursasana dan meminum darahnya. Setelah bersumpah, terdengarlah lolongananjing dan serigala, tanda bahwa malapetaka akan terjadi. Dretarastra mengetahui firasat buruk yang akan menimpa keturunannya, maka ia segera mengambil kebijaksanaan. Ia memanggilPandawa beserta Dropadi.
Dretarastra berkata, "O Yudistira, engkau tidak bersalah. Karena itu, segala sesuatu yang menjadi milikmu, kini kukembalikan lagi kepadamu. Ma’afkanlah saudara-saudaramu yang telah berkelakuan gegabah. Sekarang, pulanglah ke Indraprastha".
Setelah mendapat pengampunan dari Dretarastra, Pandawa beserta istrinya mohon diri. Duryodana kecewa, ia menyalahkan perbuatan ayahnya yang mengembalikan harta Yudistira. Dengan berbagai dalih, Duryodana menghasut ayahnya. Karena Dretarastra berhati lemah, maka dengan mudah sekali ia dihasut, maka sekali lagi ia mengizinkan rencana jahat anaknya. Duryodanamenyuruh utusan agar memanggil kembali Pandawa ke istana untuk bermain dadu. Kali ini, taruhannya adalah siapa yang kalah harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun, dan setelah masa pengasingan berakhir (yaitu pada tahun ke-13), yang kalah harus menyamar selama 1 tahun. Pada tahun yang ke-14, barulah boleh kembali ke istana.
Sebagai kaum ksatria, Pandawa tidak menolak undangan Duryodana untuk yang kedua kalinya tersebut. Sekali lagi, Pandawa kalah. Sesuai dengan perjanjian yang sah, maka Pandawa beserta istrinya mengasingkan diri ke hutan, hidup dalam masa pembuangan selama 12 tahun. Setelah itu menyamar selama satu tahun. Setelah masa penyamaran, maka para Pandawa kembali lagi ke istana untuk memperoleh kerajaannya.

3.      Wanaparwa
Isinya menceritakan pengembaraan Pandawa selama dua belas tahun dalam hutan setelah dikalahkan oleh Kurawa dalam perjudian yang dilakukan secara curang.
menceritakan kisah pengalaman para Pandawa bersama Dropadi di tengah hutan. Mereka bertemu dengan Rsi Byasa, seorang guru rohani yang mengajarkan ajaran-ajaran Hindukepada Pandawa dan Dropadi, istri mereka. Atas saran Rsi Byasa, Arjuna bertapa di gunung Himalaya agar memperoleh senjata sakti yang kelak digunakan dalamBharatayuddha. Kisah Sang Arjuna yang sedang menjalani masa bertapa di gunung Himalaya menjadi inspirasi untuk menulis Kakawin Arjuna Wiwaha.

4.      Wirataparwa
Isinya menceritakan penghambatan diri Pandawa di istana dengan menyamar.
menceritakan kisah penyamaran para Pandawa beserta Dropadi di Kerajaan Wirata.
Yudistira menyamar sebagai seorang ahli agama, Bima menyamar sebagai juru masak,Arjuna menyamar sebagai guru tari, Nakula menyamar sebagai penjaga kuda, Sahadewamenyamar sebagai pengembala, dan Dropadi menyamar sebagai penata rias.



5.      Udyogaparwa
Isinya menceritakan usaha perundingan kresna dengan Kurawa, tetapi gagal.
mengenai persiapan peperangan antara Korawa danPandawa. Pihak Pandawa menuntut separoh dari Kerajaan tetapi Korawa bersikeras menolak dengan alasan bahwa Pandawa telah kehilangan haknya. Namun di pihak Korawa Widura, Drona, dan Bhisma menasihati sebelumnya agar diupayakan penyelesaian damai. Kresna berperan sebagai duta untuk menengahi konflik antara para Korawa dan para Pandawa. Tetapi ia malah akan dibunuh Korawa, sehingga marah besar. Ini mengilhami cerita wayang berjudul Kresna Duta. Dalam perjalanan pulang ia bertemu dengan Karna, dan Kresna membujuk Karna agar berpihak kepada Pandawa, mengingat Kunti adalah ibunya dan Pandawa adalah saudaranya. Tetapi Karna terikat budi baik ayah angkatnya dan Duryudana, yang mengangkatnya menjadi raja, dan utang budi itu jauh lebih mengikat daripada hubungan darah yang kurang terpelihara. Udyogaparwa sarat dengan nasihat keutamaan. Misalnya ada empat tahap menghadapi musuh; yang pertama adalah sama, mencari kesepakatan damai; yang kedua adalah bheda, artinya setuju berbeda, dan dalam posisi status-quo; yang ketika adalah dana, memberikan silih yang dapat mengerem kemarahan; yang keempat adalah denda, menghukum. Setelah ketiga langkah pertama gagal diusahakan, maka tidak ada jalan lain, kedua belah pihak siap perang untuk menghukum. Mereka menggerakkan pasukan ke medan perang, Kurusetra.





6.      Bismaparwa
Isinya menceritakan pertempuran selama sepuluh hari yang pertama dalam perang baratayuda antara Pandawa dan Kurawa yang dipimpin oleh Bisma. Bisma kemudian gugur dalam pertempuran itu oleh Srikandi.

Suasana di medan perang, Kurukshetra

Sebelum pertempuran dimulai, kedua belah pihak sudah memenuhi daratan Kurukshetra. Para Raja terkemuka pada zaman India Kuno seperti misalnya Drupada, Sudakshina Kamboja, Bahlika,Salya, Wirata, Yudhamanyu, Uttamauja, Yuyudhana, Chekitana, Purujit, Kuntibhoja, dan lain-lain turut berpartisipasi dalam pembantaian besar-besaran tersebut. Bisma, Sang sesepuh Wangsa Kuru, mengenakan jubah putih dan bendera putih, bersinar, dan tampak seperti gunung putih. Arjuna menaiki kereta kencana yang ditarik oleh empat ekor kuda putih dan dikemudikan olehKresna, yang mengenakan jubah sutera kuning.
Pasukan Korawa menghadap ke barat, sedangkan pasukan Pandawa menghadap ke timur. Pasukan Korawa terdiri dari 11 divisi, sedangkan pasukan Pandawa terdiri dari 7 divisi. Pandawa mengatur pasukannya membentuk formasi Bajra, formasi yang konon diciptakan Dewa Indra. Pasukan Korawa jumlahnya lebih banyak daripada pasukan Pandawa, dan formasinya lebih menakutkan. Fomasi tersebut disusun oleh Drona, Bisma, Aswatama, Bahlika, dan Kripa yang semuanya ahli dalam peperangan. Pasukan gajah merupakan tubuh formasi, para Raja merupakan kepala dan pasukan berkuda merupakan sayapnya. Yudistira sempat gemetar dan cemas melihat formasi yang kelihatannya sulit ditembus tersebut, namun setelah mendapat penjelasan dari Arjuna, rasa percaya dirinya bangkit.





Turunnya Bhagawad Gita

Sebelum pertempuran dimulai, terlebih dahulu Bisma meniup terompet kerangnya yang menggemparkan seluruh medan perang, kemudian disusul oleh para Raja dan ksatria, baik dari pihakKorawa maupun Pandawa. Setelah itu, Arjuna menyuruh Kresna yang menjadi kusir keretanya, agar membawanya ke tengah medan pertempuran, supaya Arjuna bisa melihat siapa yang sudah siap bertarung dan siapa yang harus ia hadapi nanti di medan pertempuran.
Di tengah medan pertempuran, Arjuna melihat kakeknya, gurunya, teman, saudara, ipar, dan kerabatnya berdiri di medan pertempuran, siap untuk bertempur. Tiba-tiba Arjuna menjadi lemas setelah melihat keadaan itu. Ia tidak tega untuk membunuh mereka semua. Ia ingin mengundurkan diri dari medan pertempuran.
Arjuna berkata, "Kresna yang baik hati, setelah melihat kawan-kawan dan sanak keluarga di hadapan saya, dengan semangat untuk bertempur seperti itu, saya merasa anggota-anggota badan saya gemetar dan mulut saya terasa kering.....Kita akan dikuasai dosa jika membunuh penyerang seperti itu. Karena itu, tidak pantas kalau kita membunuh para putera Dretarastra dan kawan-kawan kita. O Kresna, suami Lakshmi Dewi, apa keuntungannya bagi kita, dan bagaimana mungkin kita berbahagia dengan membunuh sanak keluarga kita sendiri?"
Dilanda oleh pergolakan batin, antara mana yang benar dan mana yang salah, Kresna mencoba untuk menyadarkan Arjuna. Kresna yang menjadi kusir Arjuna, memberikan wejangan-wejangan suci kepada Arjuna, agar ia bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Kresna juga menguraikan berbagai ajaran Hindu kepada Arjuna, agar segala keraguan di hatinya sirna, sehingga ia mau melanjutkan pertempuran. Selain itu, Kresna memperlihatkan wujud semestanya kepada Arjuna, agar Arjuna tahu siapa Kresna sebenarnya.
Wejangan suci yang diberikan oleh Kresna kepada Arjuna kemudian disebut Bhagavad Gītā, yang berarti "Nyanyian Tuhan". Ajaran tersebut kemudian dirangkum menjadi kitab tersendiri dan sangat terkenal di kalangan umat Hindu, karena dianggap merupakan pokok-pokok ajaran Hindu dan intisari ajaran Veda.

Penghormatan sebelum perang oleh Yudistira

Setelah Arjuna sadar terhadap kewajibannya dan mau melanjutkan pertarungan karena sudah mendapat wejangan suci dari Kresna, maka pertempuran segera dimulai. Arjuna mengangkat busur panahnya yang bernama Gandiwa, diringi oleh sorak sorai gegap gempita. Pasukan kedua pihak bergemuruh. Mereka meniup sangkala dan terompet tanduk, memukul tambur dan genderang. Para Dewa, Pitara, Rishi, dan penghuni surga lainnya turut menyaksikan pembantaian besar-besaran tersebut.
Pada saat-saat menjelang pertempuran tersebut, tiba-tiba Yudistira melepaskan baju zirahnya, meletakkan senjatanya, dan turun dari keretanya, sambil mencakupkan tangan dan berjalan ke arah pasukan Korawa. Seluruh pihak yang melihat tindakannya tidak percaya. Para Pandawa mengikutinya dari belakang sambil bertanya-tanya, namun Yudistira diam membisu, hanya terus melangkah. Di saat semua pihak terheran-heran, hanya Kresna yang tersenyum karena mengetahui tujuan Yudistira. Pasukan Korawa penasaran dengan tindakan Yudistira. Mereka siap siaga dengan senjata lengkap dan tidak melepaskan pandangan kepada Yudistira. Yudistira berjalan melangkah ke arah Bisma, kemudian dengan rasa bakti yang tulus ia menjatuhkan dirinya dan menyembah kaki Bisma, kakek yang sangat dihormatinya.
Yudistira berkata, “Hamba datang untuk menghormat kepadamu, O paduka nan gagah tak terkalahkan. Kami akan menghadapi paduka dalam pertempuran. Kami mohon perkenan paduka dalam hal ini, dan kami pun memohon doa restu paduka”.
Bisma menjawab, “Apabila engkau, O Maharaja, dalam menghadapi pertempuran yang akan berlangsung ini engkau tidak datang kepadaku seperti ini, pasti kukutuk dirimu, O keturunanBharata, agar menderita kekalahan! Aku puas, O putera mulia. Berperanglah dan dapatkan kemenangan, hai putera Pandu! Apa lagi cita-cita yang ingin kaucapai dalam pertempuran ini? Pintalah suatu berkah dan restu, O putera Pritha. Pintalah sesuatu yang kauinginkan! Atas restuku itu pastilah, O Maharaja, kekalahan tidak akan menimpa dirimu. Orang dapat menjadi budak kekayaan, namun kekayaan itu bukanlah budak siapa pun juga. Keadaan ini benar-benar terjadi, O putera bangsa Kuru. Dengan kekayaannya, kaum Korawa telah mengikat diriku...”
Setelah Yudistira mendapat doa restu dari Bisma, kemudian ia menyembah Drona, Kripa, dan Salya. Semuanya memberikan doa restu yang sama seperti yang diucapkan Bisma, dan mendoakan agar kemenangan berpihak kepada Pandawa. Setelah mendapat doa restu dari mereka semua, Yudistira kembali menuju pasukannya, dan siap untuk memulai pertarungan.

Yuyutsu memihak Pandawa

Setelah tiba di tengah-tengah medan pertempuran, di antara kedua pasukan yang saling berhadapan, Yudistira berseru, “Siapa pun juga yang memilih kami, mereka itulah yang kupilih menjadi sekutu kami!”
Setelah berseru demikian, suasana hening sejenak. Tiba-tiba di antara pasukan Korawa terdengar jawaban yang diserukan oleh Yuyutsu. Dengan pandangan lurus ke arah Pandawa, Yuyutsu berseru, ”Hamba bersedia bertempur di bawah panji-panji paduka, demi kemenangan paduka sekalian! Hamba akan menghadapi putera Dretarastra, itu pun apabila paduka raja berkenan menerima! Demikianlah, O paduka Raja nan suci!”
Dengan gembira, Yudistira berseru, “Mari, kemarilah! Kami semua ingin bertempur menghadapi saudara-saudaramu yang tolol itu! O Yuyutsu, baik Vāsudewa (Kresna) maupun kami lima bersaudara menyatakan kepadamu bahwa aku menerimamu, O pahlawan perkasa, berjuanglah bersama kami, untuk kepentinganku, menegakkan Dharma! Rupanya hanya anda sendirilah yang menjadi penerus garis keturunan Dretarastra, sekaligus melanjutkan pelaksanaan upacara persembahan kepada para leluhur mereka! O putera mahkota nan gagah, terimalah kami yang juga telah menerima dirimu itu! Duryodana yang kejam dan berpengertian cutak itu segera akan menemui ajalnya!”
Setelah mendengar jawaban demikian, Yuyutsu meninggalkan pasukan Korawa dan bergabung dengan para Pandawa. Kedatangannya disambut gembira. Yudistira mengenakan kembali baju zirahnya, kemudian berperang.

Pembantaian Bisma

Pertempuran dimulai. Kedua belah pihak maju dengan senjata lengkap. Divisi pasukan Korawa dan divisi pasukan Pandawa saling bantai. Bisma maju menyerang para ksatria Pandawa dan membinasakan apapun yang menghalangi jalannya. Abimanyu melihat hal tersebut dan menyuruh paman-pamannya agar berhati-hati. Ia sendiri mencoba menyerang Bisma dan para pengawalnya. Namun usaha para ksatria Pandawa di hari pertama tidak berhasil. Mereka menerima kekalahan. Putera Raja Wirata, Uttara dan Sweta, gugur oleh Bisma dan Salya di hari pertama. Kekalahan di hari pertama membuat Yudistira menjadi pesimis. Namun Sri Kresna berkata bahwa kemenangan sesungguhnya akan berada di pihak Pandawa.

Duel Arjuna dengan Bisma

Pada hari kedua, Arjuna bertekad untuk membalikkan keadaan yang didapat pada hari pertama. Arjuna mencoba untuk menyerang Bisma dan membunuhnya, namun para pasukan Korawa berbaris di sekeliling Bisma dan melindunginya dengan segenap tenaga sehingga meyulitkan Arjuna. Pasukan Korawa menyerang Arjuna yang hendak membunuh Bisma. Kedua belah pihak saling bantai, dan sebagian besar pasukan Korawa gugur di tangan Arjuna. Setelah menyapu seluruh pasukan Korawa, Arjuna dan Bisma terlibat dalam duel sengit. Sementara itu Dronamenyerang Drestadyumna bertubi-tubi dan mematahkan panahnya berkali-kali. Duryodana mengirim pasukan bantuan dari kerajaan Kalinga untuk menyerang Bima, namun serangan dari Duryodana tidak berhasil dan pasukannya gugur semua. Setyaki yang bersekutu dengan Pandawa memanah kusir kereta Bisma sampai meninggal. Tanpa kusir, kuda melarikan kereta Bisma menjauhi medan laga. Di akhir hari kedua, pihak Korawa mendapat kekalahan.

Habisnya kesabaran Kresna


Kesabaran Kresna habis sehingga ia ingin menghabisi Bisma dengan tangannya sendiri, namun dicegah oleh Arjuna
Pada hari ketiga, Bisma memberi instruksi agar pasukan Korawa membentuk formasi burung elang dengan dirinya sendiri sebagai panglima berada di garis depan sementara tentara Duryodana melindungi barisan belakang. Bisma ingin agar tidak terjadi kegagalan lagi. Sementara itu para Pandawa mengantisipasinya dengan membentuk formasi bulan sabit dengan Bima dan Arjuna sebagai pemimpin sayap kanan dan kiri. Pasukan Korawa menitikberatkan penyerangannya kepada Arjuna, namun banyak pasukan Korawa yang tak mampu menandingi kekuatan Arjuna. Abimanyu dan Setyaki menggabungkan kekuatan untuk menghancurkan tentara Gandara milikSangkuni. Bisma yang terlibat duel sengit dengan Arjuna, masih bertarung dengan setengah hati. Duryodana memarahi Bisma yang masih segan untuk menghabisi Arjuna. Perkataan Duryodana membuat hati Bisma tersinggung, kemudian ia mengubah perasaanya.
Arjuna dan Kresna mencoba menyerang Bhishma. Arjuna dan Bisma sekali lagi terlibat dalam pertarungan yang bengis, meskipun Arjuna masih merasa tega dan segan untuk melawan kakeknya. Kresna menjadi sangat marah dengan keadaan itu dan berkata, "Aku sudah tak bisa bersabar lagi, Aku akan membunuh Bisma dengan tanganku sendiri," lalu ia mengambil chakra-nya dan berlari ke arah Bisma. Bisma menyerahkan dirinya kepada Kresna dengan pasrah. Ia merasa beruntung jika gugur di tangan Kresna. Arjuna berlari mengejarnya dan mencegah Kresna untuk melakukannya. Arjuna memegang kaki Kresna. Pada langkah yang kesepuluh, Kresna berhenti.
Arjuna berkata, “O junjunganku, padamkanlah kemarahan ini. Paduka tempat kami berlindung. Baiklah, hari ini hamba bersumpah, atas nama dan saudara-saudara hamba, bahwa hamba tidak akan menarik diri dari sumpah yang hamba ucapkan. O Kesawa, O adik Dewa Indra, atas perintah paduka, baiklah, hamba yang akan memusnahkan bangsa Kuru!”
Mendengar sumpah tersebut, Kresna puas hatinya. Kemarahannya mereda, namun masih tetap memegang senjata chakra. Kemudian mereka berdua melanjutkan pertarungan dan membinasakan banyak pasukan Korawa.

Keberanian Bima

Hari keempat merupakan hari dimana Bima menunjukkan keberaniannya. Bisma memerintahkan pasukan Korawa untuk bergerak. Abimanyu dikepung oleh para ksatria Korawa lalu diserang. Arjuna melihat hal tersebut lalu menolong Abimanyu. Bima muncul pada saat yang genting tersebut lalu menyerang para kstria Korawa dengan gada. Kemudian Duryodana mengirimkan pasukan gajah untuk menyerang Bima. Ketika Bima melihat pasukan gajah menuju ke arahnya, ia turun dari kereta dan menyerang mereka satu persatu dengan gada baja miliknya. Mereka dilempar dan dibanting ke arah pasukan Korawa. Kemudian Bima menyerang para ksatria Korawa dan membunuh delapan adik Duryodana. Akhirnya ia dipanah dan tersungkur di keretanya.Gatotkaca melihat hal tersebut, lalu merasa sangat marah kepada pasukan Korawa. Bisma menasehati bahwa tidak ada yang mampu melawan Gatotkaca yang sedang marah, lalu menyuruh pasukan agar mundur. Pada hari itu, Duryodana kehilangan banyak saudara-saudaranya.

Perbantaian terus berlanjut

Pada hari kelima, pembantaian terus berlanjut. Pasukan Pandawa dengan segenap tenaga membalas serangan Bisma. Bima berada di garis depan bersama Srikandi dan Drestadyumna di sampingnya. Karena Srikandi berperan sebagai seorang wanita, Bisma menolak untuk bertarung dan pergi. Sementara itu, Setyaki membinasakan pasukan besar yang dikirim untuk menyerangnya. Pertempuran dilanjutkan dengan pertarungan antara Setyaki melawan Burisrawas dan kemudian Setyaki kesusahan sehingga berada dalam situasi genting. Melihat hal itu, Bima datang melindungi Setyaki dan menyelamatkan nyawanya. Di tempat lain, Arjuna bertempur dan membunuh ribuan tentara yang dikirim Duryodana untuk menyerangnya.
Pertumpahan darah yang sulit dibayangkan terus berlanjut dari hari ke hari selama pertempuran berlangsung. Hari keenam merupakan hari pembantaian yang hebat. Drona membantai banyak prajurit di pihak Pandawa yang jumlahnya sukar diukur. Formasi kedua belah pihak pecah. Pada hari kedelapan, Bima membunuh delapan putera Dretarastra. Putera Arjuna — Irawan — terbunuh oleh para Korawa.
Pada hari kesembilan Bisma menyerang pasukan Pandawa dengan membabi buta. Banyak laskar yang tercerai berai karena serangan Bisma. Banyak yang melarikan diri atau menjauh dari Bisma, pendekar tua nan sakti dari Wangsa Kuru. Kresna memacu kuda-kudanya agar berlari ke arah Bisma. Arjuna dan Bisma terlibat dalam pertarungan sengit, namun Arjuna bertarung dengan setengah hati sementara Bisma menyerangnya dengan bertubi-tubi. Melihat keadaan itu, sekali lagi Kresna menjadi marah. Ia ingin mengakhiri riwayat Bisma dengan tangannya sendiri. Ia meloncat turun dari kereta Arjuna, dengan mata merah menyala tanda kemarahan memuncak, bergerak berjalan menghampiri Bisma. Dengan senjata Chakra di tangan, Kresna membidik Bisma. Bisma dengan pasrah tidak menghindarinya, namun semakin merasa bahagia jika gugur di tangan Kresna. Melihat hal itu, Arjuna menyusul Kresna dan berusaha menarik kaki Kresna untuk menghentikan langkahnya.
Dengan sedih dan suara tersendat-sendat, Arjuna berkata, “O Kesawa (Kresna), janganlah paduka memalsukan kata-kata yang telah paduka ucapkan sebelumnya! Paduka telah mengucapkan janji bahwa tidak akan ikut berperang. O Madhawa (Kresna), apabila paduka melanjutkan niat paduka, orang-orang akan mengatakan bahwa paduka pembohong. Semua penderitaan akibat perang ini, hambalah yang harus menanggungnya! Hambalah yang akan membunuh kakek yang terhormat itu!...”
Kresna tidak menjawab setelah mendengar kata-kata Arjuna, tetapi dengan menahan kemarahan ia naik kembali ke atas keretanya. Kedua pasukan tersebut melanjutkan kembali pertarungannya.








Gugurnya Bisma

Rsi Bisma tidur di "ranjang panah" (saratalpa)
Para Pandawa tidak mengetahui bagaimana cara mengalahkan Bisma. Pada malam harinya, Pandawa menyusup ke dalam kemah Bisma. Bisma menyambutnya dengan doa restu. Pandawa menjelaskan maksud kedatangannya, yaitu mencari cara untuk mengalahkan Bisma. Kemudian Bisma membeberkan hal-hal yang membuatnya tidak tega untuk berperang. Setelah mendengar penjelasan Bisma, Arjuna berdiskusi dengan Kresna. Ia merasa tidak tega untuk mengakhiri riwayat kakeknya. Kemudian Kresna mencoba menyadarkan Arjuna, tentang mana yang benar dan mana yang salah.
Pada hari kesepuluh, pasukan Pandawa dipelopori oleh Srikandi di garis depan. Srikandi menyerang Bisma, namun ia tidak dihiraukan. Bisma hanya tertawa kepada Srikandi, karena ia tidak mau menyerang Srikandi yang berkepribadian seperti wanita. Melihat Bisma menghindari Srikandi, Arjuna memanah Bisma berkali-kali. Puluhan panah menancap di tubuh Bisma. Bisma terjatuh dari keretanya. Pasukan Pandawa bersorak. Tepat pada hari itu senja hari. Kedua belah pihak menghentikan pertarungannya, mereka mengelilingi Bisma yang berbaring tidak menyentuh tanah karena ditopang oleh panah-panah. Bisma menyuruh para ksatria untuk memberikannya bantal, namun tidak satu pun bantal yang mau ia terima. Kemudian ia menyuruh Arjuna memberikannya bantal. Arjuna menancapkan tiga anak panah di bawah kepala Bisma sebagai bantal. Bisma merestui tindakan Arjuna, dan ia mengatakan bahwa ia memilih hari kematian ketika garis balik matahari berada di utara.

7.      Dronoparwa
Isinya menceritakan peperangan pada hari kesebelas sampai pada hari yang ke limabelas. Dalam pertempurannya itu Drona tewas karena ditipu oleh antara lain Yudistiraapakah putranya Aswatama sudah tewas atau belum. diangkatnya Bagawan Drona sebagai panglima perang pasukan Korawasetelah Rsi Bhisma gugur di tangan Arjuna. Dalam kitab ini diceritakan bahwa Drona ingin menangkap Yudistira hidup-hidup untuk membuat Duryodana senang. Usaha tersebut tidak berhasil karena Arjuna selalu melindungi Yudistira. Pasukan yang dikirim oleh Duryodana untuk membinasakan Arjuna selalu berhasil ditumpas oleh para ksatria Pandawa sepertiBima dan Satyaki. Dalam kitab Dronaparwa juga diceritakan tentang siasat Sri Kresna yang menyuruh agar Bima membunuh gajah bernama Aswatama. Setelah gajah tersebut dibunuh, Bima berteriak sekeras-kerasnya bahwa Aswatama mati. Drona menanyakan kebenaran ucapan tersebut kepada Yudistira, dan Yudistira berkata bahwa Aswatama mati. Mendengar hal tersebut, Drona kehilangan semangat berperang sehingga meletakkan senjatanya. Melihat hal itu, ia dipenggal oleh Drestadyumna. Setelah kematian Drona,Aswatama, putera Bagawan Drona, hendak membalas dendam. Dalam kitab Dronaparwa juga diceritakan kisah gugurnya Abimanyu yang terperangkap dalam formasi Cakrawyuha serta gugurnya Gatotkaca dengan senjata sakti panah Konta.


8.      Karnaparwa
Isinya menceritakan gugurnya Gatokaca oleh Karna dengan senjata kunta dan gugurnya arna oleh Arjuna dengan senjata pasopati
menceritakan kisah diangkatnya Karna sebagai panglima perang pasukan Korawa, menggantikan Bagawan Drona yang telah gugur. Setelah Abimanyu dan Gatotkaca gugur,
Arjuna dan Bima mengamuk. Mereka banyak membantai pasukan Korawa. dalam kitab ini diceritakan bahwa Bima berhasil membunuh Dursasana dan merobek dadanya untuk meminum darahnya. Salya, Raja Madra, menjadi kusir kereta Karna. Kemudian terjadi pertengkaran antara Salya dengan Karna. Dalam kitab ini diceritakan bahwa roda kereta perang Karna terperosok ke dalam lubang. Karna turun dari kereta dan mencoba untuk mengangkat roda keretanya. Dengan senjata panah pasupati, Arjuna berhasil membunuh Karna yang sedang lengah.

9.      Salyaparwa
Isinya menceritakan pertempuran terakhir pada hari yangt ke delapan belas. Dalam pertempuran itu raja Salya yang menjadi panglima Kurawa gugur kena senjataYudhistira yang bernama kalimasada. Peperangan berahir dengan kemenangan di pihak Pandawa.
menceritakan kisah diangkatnya Salya sebagai panglima perang pasukan Korawa, menggantikan Karna yang telah gugur. Salya hanya memimpin selama setengah hari, karena pada hari itu juga Salya gugur di tangan Yudistira. Dalam kitab ini diceritakan kisahDuryodana yang ditinggal mati saudara dan sekutunya dan kini hanya ia sendirian sebagaiKorawa yang menyerang Pandawa. Semenjak seluruh saudaranya gugur demi memihak dirinya, Duryodana menyesali segala perbuatannya dan berencana untuk menhentikan peperangan. Ia pun bersedia untuk menyerahkan kerajaannya kepada para Pandawa agar mampu meninggalkan dunia fana dengan tenang. Sikap Duryodana tersebut menjadi ejekan bagi para Pandawa. Karena tidak tahan, Duryodana tampil ke medan laga dan melakukan perang tanding menggunakan gada melawan Bima. Dalam pertempuran tersebut, Kresnayang mengetahui kelemahan Duryodana menyuruh Bima agar memukul paha Duryodana. Setelah pahanya terpukul, Duryodana kalah. Namun sebelum ia meninggal, Aswatama yang masih hidup diangkat menjadi panglima perang.




10.  Sauptikaparwa
Isinya menceritakan serangan pada malam hari yang dilakukan eluarga Kurawa secara tiba-tiba sehingga menewaskan seluruh keluarga Pandhawa, kecuali kelima orang Pandawa, Kresna dan Draupadi.
menceritakan kisah tiga ksatria dari pihak Korawa yang melakukan serangan membabi buta pada di malam hari, saat tentara Pandawa sedang tertidur pulas. Ketiga ksatria tersebut adalah Aswatama, Krepa, dan Kritawarma. Aswatama yang didasari motif balas dendam membunuh seluruh pasukan Panchala termasuk Drestadyumna, yang membunuh Drona, ayah Aswatama. Selain itu Aswatama juga membunuh Srikandi serta kelima putera Pandawa atauPancawala. Aswatama kemudian menyesali perbuatannya lalu pergi ke tengah hutan, berlindung di pertapaan Rsi Byasa. Para Pandawa dan Kresna menyusulnya. Kemudian di sana terjadi pertarungan sengit antara Aswatama dengan Arjuna. Rsi Byasa dan Kresna berhasil menyelesaikan pertengkaran tersebut. Kemudian Aswatama menyerahkan seluruh senjata dan kesaktiannya. Ia sendiri mengundurkan diri demi menjadi pertapa.

11.  Striparwa
Isinya menceritakan ratap tangis kaum puteri melihat dan mengenang malapetaka yang telah terjadi akibat baratayuda.
kisah ratap tangis para janda yang ditinggal suaminya di medan perang. Dikisahkan pula Dretarastra yang sedih karena kehilangan putera-puteranya di medan perang, semuanya telah dibunuh oleh Pandawa. Yudistira kemudian mengadakan upacara pembakaran jenazah bagi mereka yang gugur dan mempersembahkan air suci kepada arwah leluhur. Dalam kitab ini, Kunti menceritakan asal-usul Karna yang selama ini menjadi rahasia pribadinya.

12.  Santiparwa
Isinya menceritakan cerita sisipan pula yang tidak ada hubungannya dengan cerita induk.
kisah berkumpulnya Dretarastra, Gandari, Pandawa, dan Kresna diKurukshetra. Mereka sangat menyesali segala perbuatan yang telah terjadi dan hari itu adalah hari tangisan. Yudistira menghadapi masalah batin karena ia merasa berdosa telah membunuh guru dan saudara sendiri. Kemudian Bhisma yang masih terbujur di atas panah memberikan wejangan kepada Yudistira. Ia membeberkan ajaran-ajaran Agama Hindusecara panjang lebar kepadanya. Rsi Byasa dan Kresna turut membujuknya. Mereka semua memberikan nasihat tentang ajaran kepemimpinan dan kewajiban yang mesti ditunaikan oleh Yudistira.

13.  Anucasanaparwa
Isinya menceritakan cerita sisipan pulayang diambil dari buku-buku kaum brahma.
kisah Yudistira yang menyerahkan diri bulat-bulat kepada Bhisma untuk menerima ajarannya. Bhisma menjelaskan ajaran Agama Hindu dengan panjang lebar kepadanya, termasuk ajaran kepemimpinan, pemeintahan yang luhur, pelajaran tentang menunaikan kewajiban, tentang mencari kebahagiaan, dan sebagainya. Akhirnya, Bhisma yang sakti mangkat ke surga dengan tenang.

14.  Acwamedikaparwa
Isinya menceritakan Yudhistira mengadakan persembahan kurban kuda setelah selesai baratayuda.
kisah kelahiran Parikesit yang sebelumnya tewas dalam kandungan karena senjata sakti milik Aswatama. Dengan pertolongan dari Kresna, Parikesit dapat dihidupkan kembali. Kemudian Yudistira melakukan upacara Aswamedha. Untuk menyelenggarakan upacara tersebut, ia melepas seekor kuda. Kuda tersebut mengembara selama setahun dan di belakangnya terdapat pasukan Pandawa yang dipimpin oleh Arjuna. Mereka mengikuti kuda tersebut kemanapun pergi. Kerajaan-kerajaan yang dilalui oleh kuda tersebut harus mau tunduk di bawah kuasa Yudistira jika tidak mau berperang. Sebagian mau tunduk sedangkan yang membangkang harus maju bertarung dengan Arjuna karena menentang Yudistira. Pada akhirnya, para Raja di daratan India mau mengakui Yudistira sebagai Maharaja Dunia.
15.  Acramawasikaparwa
Isinya menceritakan hal Destarastra yang karena kekecewaan hatinya bertekad meninggalkan kerajaan untuk memulai hidup bertapa di hutan.
kisah Dretarasta, Gandari, Kunti, Widura dan Sanjaya yang menyerahkan kerajaan sepenuhnya kepada Raja Yudistira sedangkan mereka pergi bertapa ke tengah hutan. Pandawa sempat mengunjungi pertapaan merekja di tengah hutan. Akhirnya, Batara Narada datang ke hadapan para Pandawa, dan mengatakan bahwa hutan tempat Dretarastra, Gandari, Kunti bertapa terbakar oleh api suci mereka sendiri, sehingga mereka wafat dan langsung menuju surga. Sehabis perangBharatayuddha, sang Drestarastra diangkat menjadi raja selama limabelas tahun di Astina. Ini bermaksud untuk menolongnya sebab putra-putra dan keluarganya sudah meninggal semua. ParaPandawa taat dan berbakti kepadanya dan menyanjung-nyanjungkannya supaya ia tidak teringat akan putra-putranya. Tetapi sang Wrekodara selalu merasa jengkel dan mangkel terhadapnya karena teringat akan perbuatan sang Duryodana yang selalu berbuat jahat. Maka kalau tidak ada orang sang Drestarastra dicaci maki olehnya dan ditunjukkan atas kesalah-salahannya. Akhirnya sang Drestarastra tidak tahan lagi karena merasa segan dan meminta diri kepada raja Yudistira akan pergi dan tinggal di dalam hutan. Lalu ia berangkat diantarkan oleh orang tua-tua: Arya Widura, dewi Gandari dan dewi Kunti. Selama dalam pertapaan para Pandawa pernah mengunjunginya namun tak lama kemudian sang Drestarastara meninggal karena api suci yang diciptakan tubuhnya ketika bertapa, disusul oleh para pengiringnya.

16.  Mauslaparwa
Isinya menceritakan kejadian di kerajaan Dwarawati. Samba, anak laki-laki kresna, berpura-pura hamil, kemudian berusaha mendatangkan dewa untuk menanyakan apakah anak yang dikandungnyaakan melahirkan laki-laki atau perempuan. Mendengar pertanyaan itu dewa menjadi marah karena merasa dipermainkan. Kemudian dewa menjawab bahwa Samba tidak akan melahirkan manusia, tetapi akan melahirkan gada (tongkat besi) yang akan menghancuran dan memusnahkan rakyat Dwarawati. Karena itu setelah gada lahir,gada itu di lumatkan dan rakyat beramai-ramai membuangnya ke laut, yang menyebabkan air laut menjadi beracun. Pada waktu rakyat Dwarawati berpesta di tepi pantai, merea menjadi mabuk karena minum air laut. Dalam keadaan mabuk itu mereka saling berpukul, yang mengakibatkan kematian dan habisnya rakyat kerajaan Dwarawati. Melihat kemusnahan rakyatnya, Kresna yang menjadi raja Dwarawati menajdi bersedih hati kemudian bertekad  mengundurkan diri dari kerajaan, kembali sebagai dewa Wisnu. Binasanya bangsa Wresni karena kutukan seorang Brahmana. Bangsa Wresni menghancurkan sesamanya dengan menggunakan senjata gada (mosala) setelah lupa diri karena meminum arak yang menyebabkan mereka mabuk. Sehabis pertempuran bangsa Wresni, Baladewa bermeditasi di tengah hutan kemudian mengeluarkan ular suci dari mulutnya, setelah itu ia menghilang mencapai keabadian. Setelah Kresna ditinggal Baladewa dan bangsa Wresni musnah semua, ia pergi ke tengah hutan untuk bertapa. Di dalam hutan, seorang pemburu melihat kaki Kresna bagaikan seekor rusa kemudian menembakkan anak panah. Hal tersebut membuat Kresna mencapai keabadian dan meninggalkan dunia fana. Arjuna sempat mengunjungi Dwarawati, dan ia mendapati bahwa kota tersebut telah sepi. Ia mengadukan hal tersebut kepada Rsi Byasa, dan Rsi Byasa menasihati para Pandawa agar meninggalkan hal-hal duniawi untuk menempuh hidup sebagai “Sanyasin” (pertapa).

17.  Mahaprastanikaparwa
Isinya menceritakan suasana Pandawa bersama –sama Draupadi memasuki hutan menuju surga. Dalam perjalanan itu Draupadi meninggal karena terlalu mencintai Arjuna. Kemudian meninggal pula Sahadewa karena kecongkakanya, yang disusul Nakula. Setelah itu Arjuna meninggal. Werkodara pun meninggal karena terlalu besar mulut dan tak pandai menimbang rasa, akhirnya tinggalah Yudistira bersama anjingnya yang masih hidup. Dengan pertolongan dewa Indera, ia pun dapat masu surga, kecuali anjingnya. Tetapi Yudistira tidak mau berpisah dengan anjingnya, akhirnya anjing itu menjelma menjadi dewa Darna. Atas kejujuran Yudistira itulah akhirnya dewa Darma berkenan menghidupkan adik-adiknya kembali, mereka itu akhirnya masuk surga.

18.  Swargarohanaparwa
Menceritakan kehidupan Pandawa di surga.
menceritakan akhir kisah perjalanan suci yang dilakukan oleh Pandawa. Kisahnya diawali dengan penolakan Yudistira yang tidak mau berangkat ke surga jika harus meninggalkan anjing yang setia menemani dalam perjalanannya. Atas ketulusan hati Yudistira, si anjing pun menampakkan wujud aslinya sebagai Dewa Dharma, ayah Yudistira. Dewa Dharma mengatakan bahwa Yudistira telah berhasil melewati ujian yang diberikan kepadanya dengan tenang. Setelah mengetahui yang sebenarnya, Yudistira bersedia berangkat ke surga. Sesampainya di surga, Yudistira terkejut karena tidak menemukan saudara-saudaranya yang saleh, melainkan mendapati bahwa Duryodana beserta sekutunya yang jahat ada di sana. Sang Dewa mengatakan bahwa mereka bisa berada di surga karena gugur di tanah suci Kurukshetra. Yudistira kemudian berangkat ke neraka. Di sana ia mendengar suara saudara-saudaranya yang menyayat agar mau menemani penderitaan mereka. Yudistira yang memilih untuk tinggal di neraka bersama saudara yang saleh daripada tinggal di surga bersama saudara yang jahat membuat para Dewa tersentuh. Tabir ilusi pun dibuka. Dewa Indra menjelaskan bahwa sebenarnya saudara-saudara Yudistira telah berada di surga bersama dengan saudaranya yang jahat. Yudistira pun menyadarinya kemudian hidup berbahagia di surga setelah membuang jasadnya.

Singkatnya:
Kitab Adiparwa berisi berbagai cerita yang bernafaskan Hindu, seperti misalnya kisah pemutaran Mandaragiri, kisah BagawanDhomya yang menguji ketiga muridnya, kisah para leluhurPandawa dan Korawa, kisah kelahiran Rsi Byasa, kisah masa kanak-kanak Pandawa dan Korawa, kisah tewasnya rakshasaHidimba di tangan Bhimasena, dan kisah Arjuna mendapatkanDropadi.
        Sabhaparwa
Kitab Sabhaparwa berisi kisah pertemuan Pandawa dan Korawadi sebuah balairung untuk main judi, atas rencana Duryodana. Karena usaha licik Sangkuni, permainan dimenangkan selama dua kali oleh Korawa sehingga sesuai perjanjian, Pandawa harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun dan setelah itu melalui masa penyamaran selama 1 tahun.
Kitab Wanaparwa berisi kisah Pandawa selama masa 12 tahun pengasingan diri di hutan. Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah Arjuna yang bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti. Kisah Arjuna tersebut menjadi bahan cerita Arjunawiwaha.
Kitab Wirataparwa berisi kisah masa satu tahun penyamaran Pandawa di Kerajaan Wirata setelah mengalami pengasingan selama 12 tahun. Yudistira menyamar sebagai ahli agama,Bhima sebagai juru masak, Arjuna sebagai guru tari, Nakulasebagai penjinak kuda, Sahadewa sebagai pengembala, danDropadi sebagai penata rias.
Kitab Udyogaparwa berisi kisah tentang persiapan perang keluarga Bharata (Bharatayuddha). Kresna yang bertindak sebagai juru damai gagal merundingkan perdamaian dengan Korawa. Pandawa dan Korawa mencari sekutu sebanyak-banyaknya di penjuru Bharatawarsha, dan hampir seluruhKerajaan India Kuno terbagi menjadi dua kelompok.
Kitab Bhismaparwa merupakan kitab awal yang menceritakan tentang pertempuran di Kurukshetra. Dalam beberapa bagiannya terselip suatu percakapan suci antara Kresna dan Arjunamenjelang perang berlangsung. Percakapan tersebut dikenal sebagai kitab Bhagavad Gītā. Dalam kitab Bhismaparwa juga diceritakan gugurnya Resi Bhisma pada hari kesepuluh karena usaha Arjuna yang dibantu oleh Srikandi.
Kitab Dronaparwa menceritakan kisah pengangkatan Bagawan Drona sebagai panglima perang Korawa. Drona berusaha menangkap Yudistira, namun gagal. Drona gugur di medan perang karena dipenggal oleh Drestadyumna ketika ia sedang tertunduk lemas mendengar kabar yang menceritakan kematian anaknya, Aswatama. Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah gugurnya Abimanyu dan Gatotkaca.
Kitab Karnaparwa menceritakan kisah pengangkatan Karnasebagai panglima perang oleh Duryodana setelah gugurnyaBhismaDrona, dan sekutunya yang lain. Dalam kitab tersebut diceritakan gugurnya Dursasana oleh BhimaSalya menjadi kusir kereta Karna, kemudian terjadi pertengkaran antara mereka. Akhirnya, Karna gugur di tangan Arjuna dengan senjataPasupati pada hari ke-17.
Kitab Salyaparwa berisi kisah pengangkatan Sang Salyasebagai panglima perang Korawa pada hari ke-18. Pada hari itu juga, Salya gugur di medan perang. Setelah ditinggal sekutu dan saudaranya, Duryodana menyesali perbuatannya dan hendak menghentikan pertikaian dengan para Pandawa. Hal itu menjadi ejekan para Pandawa sehingga Duryodana terpancing untuk berkelahi dengan Bhima. Dalam perkelahian tersebut, Duryodana gugur, tapi ia sempat mengangkat Aswatamasebagai panglima.
Kitab Sauptikaparwa berisi kisah pembalasan dendam Aswatama kepada tentara Pandawa. Pada malam hari, ia bersama Kripa dan Kertawarma menyusup ke dalam kemah pasukan Pandawa dan membunuh banyak orang, kecuali para Pandawa. Setelah itu ia melarikan diri ke pertapaan Byasa. Keesokan harinya ia disusul oleh Pandawa dan terjadi perkelahian antara Aswatama dengan Arjuna. Byasa danKresna dapat menyelesaikan permasalahan itu. Akhirnya Aswatama menyesali perbuatannya dan menjadi pertapa.
Kitab Striparwa berisi kisah ratap tangis kaum wanita yang ditinggal oleh suami mereka di medan pertempuran. Yudistiramenyelenggarakan upacara pembakaran jenazah bagi mereka yang gugur dan mempersembahkan air suci kepada leluhur. Pada hari itu pula Dewi Kunti menceritakan kelahiran Karnayang menjadi rahasia pribadinya.
Kitab Santiparwa berisi kisah pertikaian batin Yudistira karena telah membunuh saudara-saudaranya di medan pertempuran. Akhirnya ia diberi wejangan suci oleh Rsi Byasa dan Sri Kresna. Mereka menjelaskan rahasia dan tujuan ajaran Hindu agar Yudistira dapat melaksanakan kewajibannya sebagai Raja.
Kitab Anusasanaparwa berisi kisah penyerahan diri Yudistirakepada Resi Bhisma untuk menerima ajarannya. Bhisma mengajarkan tentang ajaran DharmaArtha, aturan tentang berbagai upacara, kewajiban seorang Raja, dan sebagainya. Akhirnya, Bhisma meninggalkan dunia dengan tenang.
Kitab Aswamedhikaparwa berisi kisah pelaksanaan upacara Aswamedha oleh Raja Yudistira. Kitab tersebut juga menceritakan kisah pertempuran Arjuna dengan para Raja di dunia, kisah kelahiran Parikesit yang semula tewas dalam kandungan karena senjata sakti Aswatama, namun dihidupkan kembali oleh Sri Kresna.
Kitab Asramawasikaparwa berisi kisah kepergian Drestarastra,GandariKuntiWidura, dan Sanjaya ke tengah hutan, untuk meninggalkan dunia ramai. Mereka menyerahkan tahta sepenuhnya kepada Yudistira. Akhirnya Resi Narada datang membawa kabar bahwa mereka telah pergi ke surga karena dibakar oleh api sucinya sendiri.
Kitab Mosalaparwa menceritakan kemusnahan bangsa Wresni. Sri Kresna meninggalkan kerajaannya lalu pergi ke tengah hutan. Arjuna mengunjungi Dwarawati dan mendapati bahwa kota tersebut telah kosong. Atas nasihat Rsi Byasa, Pandawadan Dropadi menempuh hidup “sanyasin” atau mengasingkan diri dan meninggalkan dunia fana.
Kitab Mahaprastanikaparwa menceritakan kisah perjalanan Pandawa dan Dropadi ke puncak gunung Himalaya, sementara tahta kerajaan diserahkan kepada Parikesit, cucu Arjuna. Dalam pengembaraannya, Dropadi dan para Pandawa (kecuali Yudistira), meninggal dalam perjalanan.
Kitab Swargarohanaparwa menceritakan kisah Yudistira yang mencapai puncak gunung Himalaya dan dijemput untuk mencapai surga oleh Dewa Indra. Dalam perjalanannya, ia ditemani oleh seekor anjing yang sangat setia. Ia menolak masuk surga jika disuruh meninggalkan anjingnya sendirian. Si anjing menampakkan wujudnya yang sebenanrnya, yaitu DewaDharma.



1.2.5        Apa pengaruh cerita Mahabharata bagi bangsa Indoesia

1.           Mempunyai pengaruh besar terhadap kepercayaan Indonesia lama di Jawa
2.           Pahlawan-pahlwan di dalam mahabarata diidentikan dengan roh nenek moyang bangsa Indonesia.
3.           Cerita Mahabarata dipergelarkan dengan wayang kulit, yang disebut wayang purwa.
4.           Tokoh-tokoh dalam wayang purwa menjadi polaerwatakan orang-orang Jawa.
5.           Untuk lakon Bharatayudha tidak dapat mendapatkan perhatian, karena menurut keperayaan orang-orang Jawa hanya membawa bencana saja.
6.           Oleh karena Mahabarata bukan hanya buku cerita saja dan juga dipandang sebagai itab agama, maka kita ini i Indonesia mendapat perhatian sepenuhnya, terbukti:
7.           Pada zaman pemerintahan Dharmawangsa sekitar tahun 1000 diadakan penyalinan bagian-bagian Mahabarata ke dalam bahasa Jawa-Kuna dalam bentuk prosa
8.           Episode-episode dalam Mahabarata banyak yang diubah menjadi kitab kekawin (=syair dalam bahasa Kawi dalam irama India), diantaranya:
9.           Arjuda Wiwaha
10.        Digubah oleh Empu Kanwa pada zaman pemerintahan Erlangga abad XI.Menceritakan Arjuna ketika bertapa dan dimintai tolong oleh paa dewa untuk membunuh raja raksasa bernama Niwatakawaca.
11.        Dalam wayang dinamakan lakon Mintaraga.
12.        Telah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda oleh Drs.Purbacaraka yang kemudia diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Sanusi pane.
13.        Telah dipahatkan dan menjadi hiasan candi-candi di Jawa timr, ialah : Candi Surawana, Candi Kedaton, Candi Jago atau Tumpang dan goa Salamangleng.
14.        Bharat-Yudha
15.        Gubahan Empu Sedha pada zaman pemerintahan Prabu Jayabaya di Kediri (tahun 1135-1157), yang penyelesaianya dilanjutkan oleh Empu Panulah, menceritakan peperangan besar di kuru sietra antara Pandawa melawan Kurawa.
16.        Gathotkacasraya
17.        Digubah oleh empu Panuluh pada zaman pemerintahan Praujayakreta (diduga pengganti Jayabaya) di Kediri.Isinya menceritakan pertolongan Gatotkaca kepada Abimayu yang ingin mengawini Siti Sundari yang telah bertunangan dengan Laksana Kumara ( putera dari Hastina).
18.        Bhoma-Kawya
19.        Bilamana dan olh siapa Kawya itu digubah tidak jelas. Drs.Vander Tuuk menyangkanya sejaman dengan kitab Semaradahana. Isinya meneceritakan peperangan antara prabu Kresna dengan sang Bromah.
20.        Dalam kesusastraan melayu, juga terdapat kitab-kitab yang berhubungan dengan kitab Mahabarata sebgai pengaruh kesusastraan Jawa, yaitu:
21.        Hikayat sang Bhoma ( Saduran dari Bhoma Kawya)
22.        Hikayat Pandhawa Lima atau hikayat panca kelima ( Saduran dari Gatotkacacasraya dan Arjuna Wiwaha).
23.        Hikayat perang pandawa jaya (Sanduran dari Bhaharata-Yudha)

1.2.6        Apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam cerita Mahabarata?
1.      Setiap janji haruslah ditepati.Bhisma sedemikian erat hubungannya dengan ayahnya dan demi janjinya bersedia tidak akan kawin-kawin selama hayatnya.
2.      Sifat-sifat menghasut dan memecah belah seoperti seperti sifat Durma adalah sifat-sifat yang tidak baik. Bagaimanapun dia berusaha mempertahankan kebatilan namun kebatilan itu akan hancur juga.
3.      Janganlah bimbang dalam menghancurkan musuh-musuh yang sudah pasti melanggar kebenaran, karena kebenaran akan menang juga.
4.      Tabahlah dalam memperjuangkan cita-cita.
5.      Perjuangan menegakan kebenaran pasti menang, walaupun untuk itu diperlukan waktu yang cukup lama.
6.      Orang yang memperjuangkan kebaikan akan menerima balasan surga, sedangkan orang yang berbuat kejahatan akan menerima neraka (siksaan).


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Cerita Mahabarata merupakan salah satu karya sastra yang diterjemahkan/ disadur ke dalam Bahasa Melayu/Indonesia. Pengarang cerita tersebut, sampai saat ini belum jelas, ada yang mengataan bahwa pengarangnya adalah Wyasa.Namun, ternyata Wyasa bukanlah penulis cerita tersebut, melainkan sebagai Compulator (pengumpul). Hikayat Mahabrata menceritakan silsilah keluaga Brahata dan rangkaian cerita-cerita Brahata yang berkisar antara Kurawa dan Pandawa di Kuru-Ksetra, karena merebutkan warisan berupa negara Hastina. Di dalamnya juga memuat ajaran-ajaran mengenai keagamaan, kesusilaan, hukum, filsafat, dan pahlawan
Dari pembahasan yang telah dipaparkan penulis diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.     Kama merupakan salah satu bagian dari Catur Purusa Artha. Kama merupakan hawa nafsu atau keinginan yang dapat memberikan kepuasan atau kesejahteraan hidup.
2.     Konsep Kama dalam cerita Mahabharata yaitu, Korawa yang selalu mengumbar nafsu atau keinginannya yang tidak terkendali menghalalkan segala cara, dengan memanfaatkan ayahanda Drestarasta untuk memperdaya Pandawa lewat meja judi yang mana semua itu adalah bentuk nafsu atau Kama dari Korawa yang tak terkendali.

Bagian dari kisah Mahabharata yang mencerminkan Kama yaitu:
Pada bagian pertemuan raja Santanu dengan dewi Gangga dan pada saat kematian raja Pandu. Ini diceritakan pada bagian Adi Parwa.


3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan diaatas, maka penulis dapat mengajukan saran bahwa sebagai umat hindu kita harus mampu memahami ajaran-ajaran yang terkandung dalam epos Mahabharata sebagai cerminan dalam kehidupan di dunia ini. Selebihnya lagi bagaimana kita harus mampu mengendalikan unsur kama atau hawa nafsu yang ada dalam diri manusia agar tidak menjadi penghancur kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA

ü  Buku Kitab Bhagavad-Gita

Komentar

Postingan populer dari blog ini