Artikel Mahabharata
Kata
Pengantar
Om Swastyastu,
Rasa
angayubagia penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Ynag
Maha Esa, karena atas rahmat dan waranugrahanya penulis dapat menyelesaikan
Artikel Mahabharata.
Artikel
ini penulis susun berdasarkan buku Kitab Bhagavad-Gita untuk kelas X. Artikel Mahabharata
ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan dan pedoman untuk membangun Etika dan
Moral sehingga dapat menumbuh-kembangkan dan meningkatkan kualitas Sradha, Swadharma,
dan Bhakti melalui pemberian, pemupukan penghayatan, dan pengalaman ajaran
Agama, serta membangun insan Hindu yang dapat mewujudkan nilai-nilai Moksartham Jagadhita dalam kehidupan.
Penulis
menyadari bahwa artikel ini belum mencapai sempurna, sehingga penulis
mengharapkan saran dan masukan dari para pembaca.
Om Snatih, Santih, Santih, Om.
Denpasar,
5 Oktober 2012
Ni Putu Ayu Ratih Pinarisraya
Daftar
Isi
Kata pengantar
…………………………………………………………………………... i
Daftar Isi …………………………………………………………………………………
ii
Bab I
1.2
Rumusan
masalah ………………………………………………………………... 1
1.3
Latar
belakang …………………………………………….……………………… 1
1.4
Tujuan
penulisan …………………………………………………………………. 1
Bab II
Pembahasan
………………………………………………………………………… 2
1.2.1
Siapakah pengarang cerita Mahabarata? …………………………………… 2
1.2.2
Ulaskan secara singkat cerita
Mahabarata?
………………………………… 3
1.2.3
Bagaimana
silsilah keluarga Bharata? ……………………………………… 4
1.2.4
Jelaskan bagian-bagian cerita
Mahabarata?
………………………………… 5
1.2.5
Apa pengaruh cerita Mahabara bagi
bangsa Indoesia?
……………………... 30
1.2.6
Apa saja nilai-nilai yang terkandung
dalam cerita Mahabarata?
…………… 31
Bab
III
Penutup
……………………………………………………………………………… 32
3.2 Saran
…………………………………………………………………………….. 32
Daftar
Isi …………………………………………………………………………….. 33
MAHABHARATA
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Rumusan masalah
1. Siapakah
pengarang cerita Mahabarata?
2. Ulaskan secara
singkat cerita Mahabarata?
3. Bagaimana silsilah keluarga Bharata?
4. Jelaskan bagian-bagian
cerita Mahabarata?
5. Apa pengaruh
cerita Mahabara bagi bangsa Indoesia?
6. Apa saja
nilai-nilai yang terkandung dalam cerita Mahabarata?
1.3 Latar belakang
Hikayat yaitu
cerita kuna sejenis roman bahasa melayu yang penuh dengan khayal. Isinya menceritakan
kehidupan putera raja yang gagah perkasa beserta putri yang cantik molek.
Biasanya juga dimulai dengan menceritakan nenek moyang
mereka yang berasal dari dewa-dewa dari kayangan. Lukisan peristiwa-peristiwa
dipentingkan, dan diceritakan secara mengagumkan berhubungan dengan kesakitan
dan pengalaman-pengalam yang penuh bahaya. Pada umumnya berakhir dengan
pertemuan antara putra raja dengan kekasihnya, yang setelah kawin lalu
memerintah kerajaan yang makmur. Dalam hikayat banyak mengandung anasir asing
yang dijalinkan, sehingga terdapat lukisan kemelayuan, dewa-dewa hindu.
Misalnya saja hikayat Mahabarata, Hikayat Ramayana, Hikayat Sri rama dan masih
banyak lagi.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang
Hikayat Mahabarata: Epos India
dalam kesusastraan melayu lama.
1.4
Tujuan
penulisan
1. Mengetahui siapa pengaran cerita
mahabarata.
2. Mengetahui secara ringkas cerita
Mahabarata
3. Mampumengetahui
silsilah keluarga Bharata
4. Mampu memahami bagian-bagian yang
terdapat dalam cerita Mahabarata.
5. Mampu mengetahui pengaruh cerita
Mahabarata pada bangsa Indonesia.
6. Mengetahui nilai-nilai yang terkandung
di dalam cerita Mahabarata.
BAB II
PEMBAHASAN
Mahabharata (Sanskerta: महाभारत) adalah sebuah karya sastra kuno yang konon ditulis oleh
Begawan Byasa atau Vyasa dari India. Buku ini terdiri dari delapan belas kitab, maka dinamakan Astadasaparwa (asta = 8, dasa = 10, parwa = kitab). Namun, ada pula
yang meyakini bahwa kisah ini sesungguhnya merupakan kumpulan dari banyak
cerita yang semula terpencar-pencar, yang dikumpulkan semenjak abad ke-4
sebelumSecara singkat, Mahabharata menceritakan kisah konflik para Pandawa lima dengan saudara sepupu mereka sang seratus Korawa, mengenai sengketa hak pemerintahan tanah negara Astina. Puncaknya adalah perang Bharatayuddha di medan Kurusetra dan pertempuran berlangsung selama
delapan belas hari Masehi.
1.2.1
Siapakah
pengarang cerita Mahabarata
Menurut pendapat umum wiracarita ini dikarang oleh
seorang pendeta bernama Wyasa. Tetapi oleh ilmu sejarah
pendapat itu tak dapat dibenarkan, karena mengingat:
a.
Pertumbuhan wiracarita ini kurang lebih
800 tahun (dari 400 s.M sampai 400 M).
b.
Besar
wiracarita ada 100.000 seloka (seloka ialah sajak dua baris seuntai dan tiap
baris terdiri dari 16 suku kata).
Oleh karena itu sukar untuk menyatakan dengan pasti bahwa
Wyasa itu penciptanya. Mungkin Wyasa itu hanya penyusun saja. Dikatakan pula,
Wyasa itu nenek dari kaum Kurawa dan Pandawa; yang kurang masuk akal bila
usianya sampai 800 tahun. Kesimpulan terakhir yang dapat diambil adalah Wyasa
sebagai compulator (pengumpul) . Nama lengkap compulator tersebut ialah Wyasa
Krisna Dwipayana.
Buku yang disusun oleh Wyasa dan merupakan sebuah
epos/wiracerita, yakni cerita tentang kehidupan pahlawan, yang pertumbuhannya
dan perkembangannya berlangsung kira-kira 800 tahun, yakni dai tahun 400
sebelum Masehi hingga tahun 400 sesudah masehi. Epos Mahabarata terdiri atas
100.000 seloka (tiap seloka terdiri atas dua baris dan tiap baris terdiri atas
16 suku kata) dan terbagi atas 18 jilid (parwa), sehingga mahabarata dinamai
pulaAstadasaparwa. Epos Mahabarata mula-mula disadur ke dalam bahasa
Jawa pada tahun 1000, yakni zaman pemerintahan raja Darma wangsa; baru kemudian
pada abad ke-15 disadur ke dalam bahasa Melayu dengan huruf Jawi. Nama lengkap
buku itu sebetulnya : Mahabarata Yuddha. Mahabarata berbahasa Indonesia dikeluarkan
oleh Balai Pustaka.
1.2.2
Ulaskan secara
singkat cerita Mahabarata
Kerajaan Astinapura diperintah oleh
Santanu. Sewaktu akan kawin dengan Satyawati, Bhisma bersumpah tidak akan
kawin-kawin. Dari perkawinan raja dengan Saryawati lahir Wicatrawirya dan Citrarangga
yang keduanya mati muda. Satyawati minta supaya Bhisma bersedia kawin dengan
Ambika (istri saudara tirinya), tetapi ditolaknya demi janjinya dulu. Dalam perkawinanya mula-mula Satyawati
lahirlah Vyasa. Akhirnya Vyasah yang kawin dengan Ambika dan Ambilika. Dari Ambilika lahir putra yang dinamai Destarasta (buta). Dari Ambilika putranya pandu. Karena abangnya buta, Pandulah yang menjadi raja.
Setelah pandu meninggal Destarastralah yang mendidik anak-anak Pandu, yaitu
Yudistira, Bhisma, dan Arjuna (ketiga anak pandu dengan Kunti), Nakula dan
Sadewa (kedua anak Pandu dengan Madri); disamping mendidik anak-anaknya yang
beratus orang itu. Sebagai pendidik anak-anak tersebut Destrarastra menyerahkan
tugas itu kepada Durna (mamak Kurawa). Kurawa, yaitu nama keluarga untuk
anak-anak Destarastra, sedangkan Pandawa adalah nama keluarga untuk keturunan
Pandu. Durna nampaknya menganaktirikan Pandawa. Sebab itu Pandawa melaporkanya
kepada Destarata, berkali-kali penjudian diadakan untuk menentukan siapa yang harus
memiliki kerjaan ngastinapura. Karna dalam perjudian Kurawa selalu mendapat
isyarat dari Durna, selalulah Kurawa yang menang. Akibatnya Kurawalah yang
memiliki ngastinapura damPandawa harus dibung ke dalam hutan. Di
dalam hutan itu pandawa memuat pondok. Atas perintah Duryudana pondok mereka
dibakar, tetapi Pandawa dapat menyelamatkan diri. Dalam pada itu Pandawa kesasar ke
suatu negri yang sedang mengadakan sayembara untuk memilih menantu raja. Siapa
yang bisamenembus sampai empat puluh buah daun lontar, dialah yang diambil
sebagai menantu. Kebetulan Pandawalah yang bisa dan dia diambil menjadi menantu
raja. Terbetiklah berita ini kepada Kurawa, lalu diserangnya kerajaan Pandawa. Tetapi apa lacur si penyerang
mengalami kekalahan. Pandawa akhirnya merebut haknya atas kerajaan
ngastinapura. Terjadilah pertempuran hebat di padang Kuruksetra. Pandawa
dibantu oleh Kresna (penjelmaan Wisnu). Disini terjadi dialok antara Kresa
sebagai guru dan Arjuna sebagai murid, yang sangat banyak mengandung filsafat
kehidupan. Inilah bahagian mahabarata yang paling indah. Arjuna pada mulanya
ragu-ragu, kemudian bangkit lagi semangatnya. Banyak orang bertangisan melihat
korban akibat keganasan perang dan akhirnya timbulah penyesalan.
Pahlawan-pahlawan yang telah gugur semuanya dibakar. Sebulan lamanya mereka
membersihkan diri. Yudistira menolak tawaran untuk menjadi raja dan dia sendiri
meminta Arjuna bersedia menjadi raja, tetapi Arjuna menolak. Akhirnya Yudistira
menjadi raja dan kembalilah Pandawa memegang pemerintahan. Mereka sudah pernah
mendapat wejangan soal kebatinan dan kewajiban raja. Kemudian diadakan
selamatan asuameda, kerajaan tambah luas. Silih berganti pembesar-pembesar
pergi bertapa ke hutan dan tahta kerajaan diserahkan kepada Pariksit (putra
Abimayu). Akhirnya sebatangkaralah Yudistira, karena semua saudara habis
meninggal. Yudistira dijemput bersama anjingnya ke surga. Yudistira langsung di
bawah ke Indraloka. Pandawa setelah mengalami persucian lalu masuk ke surga.
Kurawa dari surga di masukan ke neraka dalam jangka waktu yang tidak
ditentukan.
1.2.3
Bagaimana silsilah keluarga Bharata
Dewi Gangga +
Syantanu + Setyawati + Parasyara
Bhisma Wyasa
Ambika + Citarnggada +
Ambika Ambika
+ Wicitrawira + Ambalika
(
meninggal) (
meninggal)
Ambalika
+ Wyasa + Ambika
Widura
Drestarastra
+ Gandri
Dewa Surya + Kunti + Pandu +
Madrim 100 Kurawa
1. Karna
2. Yudistira (dari Dewa
Brahma)
3. Bhima ( dari Dewa Wayu)
4. Arjuna ( dari Dewa Indra)
5. Bhima ( dari Dewa Wayu)
6. Nakula & Sadewaa
1.2.4
Jelaskan
bagian-bagian cerita Mahabarata
Kisah ini
menceritakan konflik hebat keturunan Pandu dan Dristarasta dalam memperebutkan takhta
kerajaan. Menurut sumber yang saya dapatkan, epos ini ditulis pada tahun 1500
SM. Namun fakta sejarah yang dicatat dalam buku tersebut masanya juga lebih
awal 2.000 tahun dibanding penyelesaian bukunya. Artinya peristiwa yang dicatat
dalam buku ini diperkirakan terjadi pada masa ±5000 tahun yang silam.
Cerita
Mahabarat yang besarnya 100.000 seloka itu terbagi dalam 18 bagian, yang
tiap-tiap bagian disebut parwa.
1. Adiparwa
Menceritakan
kehidupan Pandawa dan Kurawa pada waktu masih anak-anak.
Kisah Prabu Santanu dan
keturunannya
Tersebutlah seorang
Raja bernama Pratipa, beliau
merupakan salah satu keturunan Sang Kuru atau Kuruwangsa, bertahta di Hastinapura.
Raja Pratipa memiliki permaisuri bernama Sunandha dari Kerajaan
Siwi, yang melahirkan tiga putera. Di antara ketiga putera tersebut, Santanudinobatkan
menjadi Raja. Raja Santanu menikahi Dewi Gangga,
kemudian berputera 8 orang. Tujuh puteranya yang lain ditenggelamkan ke sungai
oleh istrinya sendiri, sedangkan puteranya yang terakhir berhasil selamat
karena perbuatan istrinya dicegah oleh Sang Raja. Puteranya tersebut bernama Dewabrata,
namun di kemudian hari bernama Bhisma. Raja
Santanu menikah sekali lagi dengan seorang puteri nelayan bernamaSatyawati.
Satyawati melahirkan 2 putera, bernama Chitrāngada dan Wicitrawirya.
Chitrāngada mewarisi tahta ayahnya. Namun karena
ia gugur di usia muda pada suatu pertempuran melawan seorang Raja Gandharva,
pemerintahannya digantikan oleh adiknya, Wicitrawirya[1].
Wicitrawirya menikahi Ambika dan Ambalika dari Kerajaan
Kasi. Tak lama setelah pernikahannya, Wicitrawirya wafat. Untuk memperoleh
keturunan, kedua janda Wicitrawirya melangsungkan upacara yang dipimpin oleh
BagawanByasa.
Ambika melahirkan Drestarastra yang buta sedangkan Ambalika
melahirkan Pandu yang pucat. Atas anugerah Bagawan
Byasa, seorang pelayan yang turut serta dalam upacara tersebut melahirkan
seorang putera, bernama Widura yang sedikit pincang[1].
Drestarastra menikahiGandari kemudian
memiliki seratus putera yang disebut Korawa. Pandu
menikahi Kunti dan Madri. Kunti
melahirkan Yudistira, Bhima, dan Arjuna. Madri
melahirkan Nakula dan Sadewa. Keturunan
Pandu tersebut disebut Pandawa.
Kisah masa kecil Pandawa dan Korawa
Pandawa dan Korawa hidup bersama-sama di istana Hastinapura.
Bagawan Drona mendidik mereka semasa kanak-kanak,
bersama dengan puteranya yang bernama Aswatama.
Selain itu mereka diasuh pula oleh Bhisma dan Bagawan Kripa. Setelah Pandu mangkat, kakaknya yang bernama Drestarastra melanjutkan pemerintahan. Drestarastra
melihat talenta para Pandawa dan hendak mencalonkan Yudistira sebagai Raja, namun hal tersebut
justru menimbulkan sikap iri hati dalam diri Duryodana,
salah satu Korawa. Tingkah laku Bima yang tanpa sengaja merugikan para Korawa
juga sering membuat Duryodana dan adik-adiknya kesal.
Terbakarnya rumah damar
Suatu
hari Duryodana berpikir ia bersama adiknya mustahil
untuk dapat meneruskan tahta Dinasti
Kuru apabila sepupunya masih
ada. Mereka semua (Pandawa lima
dan sepupu-sepupunya atau yang dikenal juga sebagai Korawa) tinggal
bersama dalam suatu kerajaan yang beribukota di Hastinapura.
Akhirnya berbagai niat jahat muncul dalam benaknya untuk menyingkirkan Pandawa
lima beserta ibunya.
Drestarastra yang mencintai keponakannya secara
berlebihan mengangkat Yudistira sebagai putra mahkota tetapi ia
langsung menyesali perbuatannya yang terlalu terburu-buru sehingga ia tidak memikirkan
perasaan anaknya. Hal ini menyebabkan Duryodana iri hati dengan Yudistira, ia
mencoba untuk membunuh pandawa lima beserta ibu mereka yang bernama Kunti dengan cara menyuruh mereka berlibur
ke tempat yang bernama Ekacakra. Di sana terdapat bangunan yang megah, yang
telah disiapkan Duryodana untuk mereka berlibur dan akan membakar bagunan itu
di tengah malam pada saat pandawa lima sedang terlelap tidur. Segala sesuatunya
yang sudah direncanakan Duryodana dibocorkan oleh Widura yang merupakan paman dari Pandawa
lima. Sebelum itu juga Yudistira juga telah diingatkan oleh seorang petapa yang
datang ke dirinya bahwa akan ada bencana yang menimpannya oleh karena itu
Yudistira pun sudah berwaspada terhadap segala kemungkinan. Untuk pertama
kalinya Yudistira lolos dalam perangkap Duryodana dan melarikan diri ke hutan
rimba.
Pandawa mendapatkan Dropadi
Pada
suatu hari, Pandawa mengikuti sayembara yang
diselenggarakan Raja Drupada di Kerajaan
Panchala. Sayembara tersebut memperebutkan Dewi Dropadi. Banyak
ksatria di penjuruBharatawarsha turut
menghadiri. Para Pandawa menyamar sebagai seorang Brāhmana.
Sebuah sasaran diletakkan di tengah-tengah arena, dan siapa yang berhasil
memanah sasaran tersebut dengan tepat, maka ialah yang berhasil mendapatkan
Dropadi. Satu-persatu ksatria maju, namun tidak ada satu pun yang berhasil
memanah dengan tepat. Ketika Karna dari Kerajaan
Angaturut serta, ia berhasil memanah sasaran dengan baik. Namun Dropadi
menolak untuk menikahi Karna karena karna anak seorang kusir yang tentu lebih rendah kastanya. Karna
kecewa tetapi juga kesal terhadap Dropadi.
Para Pandawa yang diwakili oleh Arjuna turut serta. Arjuna berpakaian seperti Brāhmana.
Ketika ia tampil ke muka, ia berhasil memanah sasaran dengan baik, maka Dropadi berhak menjadi miliknya. Namun hal
tersebut menimbulkan kericuhan karena seorang Brāhmana tidak pantas untuk
mengikuti sayembara yang ditujukan kepada golongan ksatria. Arjuna dan Bima pun berkelahi dengan para ksatria di
sana, sementara Yudistira, Nakula dan Sadewa melarikan Dropadi ke rumah mereka.
Sesampainya di rumah, Pandawa berseru, "Ibu, kami datang membawa hasil
meminta-minta". Kunti, ibu para
Pandawa, tidak melihat apa yang dibawa oleh anak-anaknya karena sibuk dan
berkata, "Bagi dengan rata apa yang kalian peroleh". Ketika ia
menoleh, alangkah terkejutnya ia karena anak-anaknya tidak saja membawa hasil
meminta-minta, namun juga seorang wanita. Kunti yang tidak mau berdusta,
membuat anak-anaknya untuk berbagai istri[1].
Arjuna mengasingkan diri ke hutan
Para Pandawa sepakat untuk membagi Dropadi sebagai istri. Mereka juga berjanji
tidak akan mengganggu Dropadi ketika sedang bermesraan di kamar bersama dengan
salah satu dari Pandawa. Hukuman dari perbuatan yang mengganggu adalah pembuangan
selama 12 tahun.
Pada suatu hari,
ketika Pandawa sedang memerintah kerajaannya di Indraprastha,
seorang pendeta masuk ke istana dan melapor bahwa pertapaannya diganggu oleh
para rakshasa.
Arjuna yang merasa memiliki kewajiban untuk menolongnya, bergegas mengambil
senjatanya. Namun senjata tersebut disimpan di sebuah kamar dimana Yudistira dan Dropadi sedang menikmati malam mereka. Demi
kewajibannya, Arjuna rela masuk kamar mengambil senjata, tidak memedulikan
Yudistira dan Dropadi yang sedang bermesraan di kamar. Atas perbuatan tersebut,
Arjuna dihukum untuk menjalani pembuangan selama 12 tahun. Arjuna menerima
hukuman tersebut dengan ikhlas.
Arjuna menghabiskan
masa pengasingannya dengan menjelajahi penjuru Bharatawarsha atau daratan India Kuno. Selama masa
pengasingannya, Arjuna memiliki tiga istri lagi. Mereka adalah:Subadra (adik Sri Kresna), Ulupi, dan Citrangada.
Dari hubungannya dengan Subadra anaknya bernama Abimanyu.
Dengan Ulupi anaknya bernama Irawan. Dengan Citrangada anaknya bernamaBabruwahana.
Kisah Bagawan
Dhomya menguji tiga muridnya
Dikisahkan
seorang Brāhmana bernama Bagawan Dhomya, tinggal di Ayodhya. Ia
memiliki 3 murid, bernama: Sang Utamanyu, Sang Arunika, dan Sang Weda.
Ketiganya akan diuji kesetiaannya oleh Sang Guru. Sang Arunika disuruh
bersawah. Dengan berhati-hati Sang Arunika merawat biji padi yang ditanamnya. Ketika biji-bijinya
sedang tumbuh, datanglah hujanmembawa air bah yang kemudian merusak pematang
sawahnya. Ia khawatir kalau air tersebut akan merusak tanamannya, maka ia
perbaiki pematangnya untuk menahan air. Berkali-kali usahanya gagal dan
pematangnya jebol, maka ia merebahkan dirinya sebagai pengganti pematang yang
jebol untuk menahan air. Karena kesetiannya tersebut, Sang Arunika diberikan
anugerah kesaktian oleh Bagawan Dhomya.
Sementara itu, Sang
Utamanyu disuruh mengembala sapi. Sang Utamanyu
tidak diperbolehkan untuk meminta-minta air kalau ia sedang haus saat
mengembala sapi, maka ia menjilat susu sapi yang digembalanya. Hal tersebut
juga ditentang oleh Sang Guru, maka Sang Utamanyu menghisap getah daun “waduri”
untuk menghilangkan dahaga. Hal tersebut mengakibatkan matanya buta. Ia tidak
tahu jalan sehingga terperosok ke dalam sumur kering. Sampai sore, Sang Utamanyu
tidak juga kembali pulang, gurunya menjadi cemas. Ketika dicari, didapatinya
Sang Utamanyu berada dalam sebuah sumur. Bagawan Dhomya kemudian mendengarkan
cerita Sang Utamanyu. Karena kesetiannya terhadap kewajiban, Sang Utamanyu
diberikan mantra saktiyang mampu
menyembuhkan penyakit oleh Bagawan Dhomya.
Sementara itu, Sang
Weda disuruh tinggal di dapur untuk menyediakan hidangan yang terbaik buat
gurunya. Sang Weda selalu menuruti perintah gurunya, meski yang buruk
sekalipun. Segala perintah gurunya dikerjakan dengan baik. Maka dari itu, Sang
Weda dianugerahi segala macam ilmu
pengetahuan, mantra Veda, dan kecerdasan.
Kisah Sang
Winata dan Sang Kadru
Dikisahkan
terdapat seorang Maharsi bernama Bagawan Kasyapa, putera
bagawan Marici, cucu Dewa Brahma. Ia diberi
oleh Bagawan daksa empat belas puteri. Keempat belas puteri tersebut bernama:
Aditi, Diti, Danu, Aristi, Anayusa, Kasa, Surabhi, Winata, Kadru, Ira, Parwa,
Mregi, Krodhawasa, Tamra. Di antara empat belas puteri tersebut, Sang Winata dan Kadru tidak memiliki anak. Mereka berdua
kemudian memohon belas kasihan Bagawan Kasyapa. Sang Kadru memohon seribu anak
sedangkan Sang Winata hanya memohon dua anak. Kemudian Bagawan Kasyapa
memberikan Sang Kadru seribu butir telur sedangkan Sang Winata diberikan dua
butir telur. Kedua puteri tersebut kemudian merawat telur masing-masing dengan
baik.
Singkat cerita,
seribu butir telur milik Sang Kadru menetas, dan lahirlah para Naga. Yang terkemuka
adalah Sang Anantabhoga, Sang Wasuki, dan Sang Taksaka.
Sementara telur Sang Kadru sudah menetas semuanya, telur Sang Winata belum
menetas. Karena tidak sabar, maka telurnya dipecahkan. Ketika pecah,
terlihatlah seorang anak yang baru setengah jadi, bagian tubuh ke atas lengkap
sedangkan dari pinggang ke bawah tidak ada. Sang anak marah karena ditetaskan
sebelum waktunya. Anak tersebut kemudian mengutuk ibunya supaya diperbudak oleh
Sang Kadru berlebih-lebihan. Kelak, saudaranya yang akan menetas akan
menyelamatkan ibunya dari perbudakan. Anak tersebut kemudian diberi nama Sang Aruna, karena tidak
memiliki kaki dan paha. Sang Aruna menjadi sais (kuir) kereta Dewa Surya.
2. Sabhapaarwa
Menceritakan
perjudian Yudhistira yang mempertaruhkan negerinya sehingga kalah.
Pandawa dan Korawa main
dadu
untuk mengundang Pandawa bermain dadudi Hastinapura. Yudistira sebagai kakak para Pandawa,
menyanggupi undangan tersebut. dengan disertai para saudaranya beserta istri
dan pengawal, Yudistira berangkat menuju Hastinapura. Sesampainya di
Hastinapura, rombongan mereka disambut dengan ramah olehDuryodana.
Mereka beristirahat di sana selama satu hari, kemudian menuju ke arena
perjudian.
Yudistira berkata, "Kakanda Prabu, berjudi
sebetulanya tidak baik. Bahkan menurut para orang bijak, berjudi sebaiknya
dihindari karena sering terjadi tipu-menipu sesama lawan". Setelah
mendengar perkataan Yudistira, Sangkuni menjawab, "Maaf paduka Prabu.
Saya kira jika anda berjudi dengan Duryodana tidak ada jeleknya, sebab kalian masih
bersaudara. Apabila paduka yang menang, maka kekayaan Duryodana tidaklah hilang
sia-sia. Begitu pula jika Duryodana menang, maka kekayaan paduka tidaklah
hilang sia-sia karena masih berada di tangan saudara. Untuk itu, apa jeleknya
jika rencana ini kita jalankan?"
Yudistira yang senang
main dadu akhirnya terkena rayuan Sangkuni. Maka permainan dadu pun dimulai.
Yudistira heran kepada Duryodana yang diwakilkan oleh Sangkuni, sebab dalam
berjudi tidak lazim kalau diwakilkan. Sangkuni yang berlidah tajam, sekali lagi
merayu Yudistira. Yudistira pun termakan rayuan Sangkuni.
Mula-mula Yudistira
mempertaruhkan harta, namun ia kalah. Kemudian ia mempertaruhkan harta lagi,
namun sekali lagi gagal. Begitu seterusnya sampai hartanya habis dipakai sebagai
taruhan. Setelah hartanya habis dipakai taruhan, Yudistira mempertaruhkan
prajuritnya, namun lagi-lagi ia gagal. Kemudian ia mempertaruhkan kerajaannya,
namun ia kalah lagi sehingga kerajaannya lenyap ditelan dadu. Setelah tidak
memiliki apa-apa lagi untuk dipertaruhkan, Yudistira mempertaruhkan
adik-adiknya. Sangkuni kaget, namun ia juga sebenarnya senang. Berturut-turut Sahadewa, Nakula, Arjuna, dan Bima dipertaruhkan,
namun mereka semua akhirnya menjadi milik Duryodana karena Yudistira kalah main
dadu.
Dropadi
dihina di muka umum
Harta,
istana, kerajaan, prajurit, dan saudara Yudistira akhirnya menjadi milik Duryodana.
Yudistira yang tidak memiliki apa-apa lagi, nekat mempertaruhkan dirinya
sendiri. Sekali lagi ia kalah sehingga dirinya harus menjadi milik Duryodana. Sangkuni yang berlidah tajam membujuk Yudistira
untuk mempertaruhkan Dropadi. Karena
termakan rayuan Sangkuni, Yudistira mempertaruhkan istrinya, yaitu Dewi
Dropadi. Banyak yang tidak setuju dengan tindakan Yudistira, namun mereka semua
membisu karena hak ada pada Yudistira.
Duryodana mengutus Widura untuk menjemput Dropadi, namun
Widura menolak tindakan Duryodana yang licik tersebut. karena Widura menolak,
Duryodana mengutus para pengawalnya untuk menjemput Dropadi. Namun setelah para
pengawalnya tiba di tempat peristirahatan Dropadi, Dropadi menolak untuk datang
ke arena judi. Setelah gagal, Duryodana menyuruh Dursasana,
adiknya, untuk menjemput Dropadi. Dropadi yang menolak untuk datang, diseret
oleh Dursasana yang tidak memiliki rasa kemanusiaan. Dropadi menangis dan
menjerit-jerit karena rambutnya ditarik sampai ke arena judi, tempat suami dan
para iparnya berkumpul.
Dengan menangis
terisak-isak, Dropadi berkata, "Sungguh saya tidak
mengira kalau di Hastina kini telah kehilangan banyak orang
bijak. Buktinya, di antara sekian banyak orang, tidak ada seorang pun yang
melarang tindakan Dursasana yang asusila tersebut, ataukah, memang semua orang
di Hastina kini telah seperti Dursasana?", ujar Dropadi kepada semua orang
yang hadir di balairung. Para orangtua yang mendengar perkataan Dropadi
tersebut tersayat hatinya, karena tersinggung dan malu.
Wikarna, salah satu Korawa yang masih memiliki belas kasihan
kepada Dropadi, berkata, "Tuan-Tuan sekalian yang saya hormati! Karena di
antara Tuan-Tuan tidak ada yang menanggapi peristiwa ini, maka perkenankanlah
saya mengutarakan isi hati saya. Pertama, saya tahu bahwa Prabu Yudistira kalah
bermain dadu karena terkena tipu muslihat paman Sangkuni! Kedua, karena Prabu
Yudistira kalah memperteruhkan Dewi Dropadi, maka ia telah kehilangan
kebebasannya. Maka dari itu, taruhan Sang Prabu yang berupa Dewi Dropadi tidak
sah!"
Para hadirin yang mendengar
perkataan Wikarna merasa lega hatinya. Namun, Karna tidak setuju dengan Wikarna. Karna berkata, "Hei Wikarna! Sungguh
keterlaluan kau ini. Di ruangan ini banyak orang-orang yang lebih tua daripada
kau! Baliau semuanya tentu tidak lebih bodoh daripada kau! Jika memang tidak
sah, tentu mereka melarang. Mengapa kau berani memberi pelajaran kepada beliau
semua? Lagipula, mungkin memang nasib Dropadi seperti ini karena kutukan Dewa. cobalah
bayangkan, pernahkah kau melihat wanita bersuami sampai lima orang?"
Mendengar perkataan
Karna, Wikarna diam dan membisu. Karena sudah kalah, Yudistira dan seluruh adiknya beserta istrinya
diminta untuk menanggalkan bajunya, namun hanya Dropadi yang menolak. Dursasana
yang berwatak kasar, menarik kain yang dipakai Dropadi. Dropadi berdo'a kepada
para Dewa agar dirinya diselamatkan. Sri Kresna mendengar do'a Dropadi. Secepatnya ia
menolong Dropadi secara gaib. Sri Kresna mengulur kain yang dikenakan Dropadi,
sementara Dursasana yang tidak mengetahuinya menarik kain
yang dikenakan Dropadi. Hal tersebut menyebabkan usaha Dursasana menelanjangi Dropadi
tidak berhasil. Pertolongan Sri Kresna disebabkan karena perbuatan Dropadi yang
membalut luka Sri Kresna pada saat upacara Rajasuyadi Indraprastha.
Pandawa
dibuang ke tengah hutan
Melihat
perbuatan Dursasana yang asusila, Bima bersumpah
kelak dalam Bharatayuddha ia akan merobek dada Dursasana dan
meminum darahnya. Setelah bersumpah, terdengarlah lolongananjing dan serigala, tanda
bahwa malapetaka akan terjadi. Dretarastra mengetahui firasat buruk yang akan
menimpa keturunannya, maka ia segera mengambil kebijaksanaan. Ia memanggilPandawa beserta Dropadi.
Dretarastra berkata, "O Yudistira, engkau
tidak bersalah. Karena itu, segala sesuatu yang menjadi milikmu, kini
kukembalikan lagi kepadamu. Ma’afkanlah saudara-saudaramu yang telah
berkelakuan gegabah. Sekarang, pulanglah ke Indraprastha".
Setelah mendapat
pengampunan dari Dretarastra,
Pandawa beserta istrinya mohon diri. Duryodana kecewa, ia menyalahkan perbuatan
ayahnya yang mengembalikan harta Yudistira.
Dengan berbagai dalih, Duryodana menghasut ayahnya. Karena Dretarastra berhati
lemah, maka dengan mudah sekali ia dihasut, maka sekali lagi ia mengizinkan
rencana jahat anaknya. Duryodanamenyuruh
utusan agar memanggil kembali Pandawa ke istana untuk bermain dadu. Kali ini,
taruhannya adalah siapa yang kalah harus mengasingkan diri ke hutan selama 12
tahun, dan setelah masa pengasingan berakhir (yaitu pada tahun ke-13), yang
kalah harus menyamar selama 1 tahun. Pada tahun yang ke-14, barulah boleh
kembali ke istana.
Sebagai kaum ksatria, Pandawa tidak menolak undangan Duryodana untuk yang kedua kalinya tersebut.
Sekali lagi, Pandawa kalah. Sesuai dengan perjanjian yang sah, maka Pandawa
beserta istrinya mengasingkan diri ke hutan, hidup dalam masa pembuangan selama
12 tahun. Setelah itu menyamar selama satu tahun. Setelah masa penyamaran, maka
para Pandawa kembali lagi ke istana untuk memperoleh kerajaannya.
3. Wanaparwa
Isinya
menceritakan pengembaraan Pandawa selama dua belas tahun dalam hutan setelah
dikalahkan oleh Kurawa dalam perjudian yang dilakukan secara curang.
menceritakan
kisah pengalaman para Pandawa bersama Dropadi di tengah hutan.
Mereka bertemu dengan Rsi Byasa, seorang guru
rohani yang mengajarkan ajaran-ajaran Hindukepada
Pandawa dan Dropadi, istri mereka. Atas saran Rsi Byasa, Arjuna bertapa di gunung Himalaya agar memperoleh senjata sakti yang kelak digunakan dalamBharatayuddha. Kisah Sang Arjuna yang sedang menjalani masa bertapa di
gunung Himalaya menjadi inspirasi untuk menulis Kakawin Arjuna Wiwaha.
4. Wirataparwa
Isinya
menceritakan penghambatan diri Pandawa di istana dengan menyamar.
Yudistira menyamar sebagai seorang ahli agama, Bima menyamar sebagai
juru masak,Arjuna menyamar sebagai guru tari, Nakula menyamar sebagai
penjaga kuda, Sahadewamenyamar sebagai pengembala, dan Dropadi menyamar sebagai
penata rias.
5. Udyogaparwa
Isinya
menceritakan usaha perundingan kresna dengan Kurawa, tetapi gagal.
mengenai
persiapan peperangan antara Korawa danPandawa. Pihak Pandawa
menuntut separoh dari Kerajaan tetapi Korawa bersikeras menolak dengan alasan
bahwa Pandawa telah kehilangan haknya. Namun di pihak Korawa Widura, Drona, dan Bhisma menasihati sebelumnya agar diupayakan penyelesaian damai. Kresna berperan sebagai duta untuk menengahi konflik antara para Korawa dan para Pandawa. Tetapi ia malah
akan dibunuh Korawa, sehingga marah besar. Ini mengilhami cerita wayang
berjudul Kresna Duta.
Dalam perjalanan pulang ia bertemu dengan Karna, dan Kresna membujuk Karna agar berpihak kepada Pandawa,
mengingat Kunti adalah ibunya dan Pandawa adalah saudaranya. Tetapi Karna
terikat budi baik ayah angkatnya dan Duryudana, yang
mengangkatnya menjadi raja, dan utang budi itu jauh lebih mengikat daripada
hubungan darah yang kurang terpelihara. Udyogaparwa sarat dengan nasihat keutamaan.
Misalnya ada empat tahap menghadapi musuh; yang pertama adalah sama, mencari kesepakatan
damai; yang kedua adalah bheda,
artinya setuju berbeda, dan dalam posisi status-quo; yang ketika adalah dana, memberikan silih yang
dapat mengerem kemarahan; yang keempat adalah denda,
menghukum. Setelah ketiga langkah pertama gagal diusahakan, maka tidak ada
jalan lain, kedua belah pihak siap perang untuk menghukum. Mereka menggerakkan
pasukan ke medan perang, Kurusetra.
6. Bismaparwa
Isinya
menceritakan pertempuran selama sepuluh hari yang pertama dalam perang
baratayuda antara Pandawa dan Kurawa yang dipimpin oleh Bisma. Bisma kemudian
gugur dalam pertempuran itu oleh Srikandi.
Suasana di medan perang, Kurukshetra
Sebelum
pertempuran dimulai, kedua belah pihak sudah memenuhi daratan Kurukshetra.
Para Raja terkemuka pada zaman India Kuno seperti misalnya Drupada, Sudakshina Kamboja, Bahlika,Salya, Wirata, Yudhamanyu, Uttamauja, Yuyudhana, Chekitana, Purujit, Kuntibhoja,
dan lain-lain turut berpartisipasi dalam pembantaian besar-besaran tersebut. Bisma, Sang sesepuh
Wangsa Kuru, mengenakan jubah putih dan bendera putih, bersinar, dan tampak
seperti gunung putih. Arjuna menaiki kereta kencana yang ditarik
oleh empat ekor kuda putih dan dikemudikan olehKresna, yang
mengenakan jubah sutera kuning.
Pasukan Korawa menghadap ke barat, sedangkan pasukan Pandawa menghadap ke timur. Pasukan Korawa
terdiri dari 11 divisi, sedangkan pasukan Pandawa terdiri dari 7 divisi.
Pandawa mengatur pasukannya membentuk formasi Bajra, formasi yang konon
diciptakan Dewa Indra. Pasukan Korawa
jumlahnya lebih banyak daripada pasukan Pandawa, dan formasinya lebih
menakutkan. Fomasi tersebut disusun oleh Drona, Bisma, Aswatama, Bahlika, dan Kripa yang semuanya ahli dalam peperangan.
Pasukan gajah merupakan tubuh formasi, para Raja merupakan kepala dan pasukan
berkuda merupakan sayapnya. Yudistira sempat gemetar dan cemas melihat
formasi yang kelihatannya sulit ditembus tersebut, namun setelah mendapat
penjelasan dari Arjuna, rasa
percaya dirinya bangkit.
Turunnya Bhagawad Gita
Sebelum
pertempuran dimulai, terlebih dahulu Bisma meniup terompet kerangnya yang
menggemparkan seluruh medan perang, kemudian disusul oleh para Raja dan
ksatria, baik dari pihakKorawa maupun Pandawa. Setelah
itu, Arjuna menyuruh Kresna yang menjadi kusir keretanya, agar
membawanya ke tengah medan pertempuran, supaya Arjuna bisa melihat siapa yang
sudah siap bertarung dan siapa yang harus ia hadapi nanti di medan pertempuran.
Di tengah medan
pertempuran, Arjuna melihat kakeknya, gurunya, teman, saudara, ipar, dan
kerabatnya berdiri di medan pertempuran, siap untuk bertempur. Tiba-tiba Arjuna
menjadi lemas setelah melihat keadaan itu. Ia tidak tega untuk membunuh mereka
semua. Ia ingin mengundurkan diri dari medan pertempuran.
Arjuna berkata, "Kresna yang baik hati, setelah melihat
kawan-kawan dan sanak keluarga di hadapan saya, dengan semangat untuk bertempur
seperti itu, saya merasa anggota-anggota badan saya gemetar dan mulut saya
terasa kering.....Kita akan dikuasai dosa jika membunuh penyerang seperti itu.
Karena itu, tidak pantas kalau kita membunuh para putera Dretarastra dan kawan-kawan kita. O Kresna, suami Lakshmi Dewi, apa
keuntungannya bagi kita, dan bagaimana mungkin kita berbahagia dengan membunuh
sanak keluarga kita sendiri?"
Dilanda oleh
pergolakan batin, antara mana yang benar dan mana yang salah, Kresna mencoba untuk menyadarkan Arjuna. Kresna yang
menjadi kusir Arjuna, memberikan wejangan-wejangan suci kepada Arjuna, agar ia
bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Kresna juga menguraikan
berbagai ajaran Hindu kepada Arjuna, agar segala keraguan di hatinya sirna, sehingga
ia mau melanjutkan pertempuran. Selain itu, Kresna memperlihatkan wujud
semestanya kepada Arjuna, agar Arjuna tahu siapa Kresna sebenarnya.
Wejangan suci yang
diberikan oleh Kresna kepada Arjuna kemudian disebut Bhagavad
Gītā, yang berarti "Nyanyian Tuhan". Ajaran tersebut kemudian
dirangkum menjadi kitab tersendiri dan sangat terkenal di kalangan umat Hindu, karena
dianggap merupakan pokok-pokok ajaran Hindu dan intisari ajaran Veda.
Penghormatan sebelum perang
oleh Yudistira
Setelah Arjuna sadar terhadap kewajibannya dan mau
melanjutkan pertarungan karena sudah mendapat wejangan suci dari Kresna, maka
pertempuran segera dimulai. Arjuna mengangkat busur panahnya yang bernama
Gandiwa, diringi oleh sorak sorai gegap gempita. Pasukan kedua pihak
bergemuruh. Mereka meniup sangkala dan terompet tanduk, memukul tambur dan
genderang. Para Dewa, Pitara, Rishi, dan penghuni
surga lainnya turut menyaksikan pembantaian besar-besaran tersebut.
Pada saat-saat menjelang
pertempuran tersebut, tiba-tiba Yudistira melepaskan baju zirahnya,
meletakkan senjatanya, dan turun dari keretanya, sambil mencakupkan tangan dan
berjalan ke arah pasukan Korawa. Seluruh
pihak yang melihat tindakannya tidak percaya. Para Pandawa mengikutinya dari belakang sambil
bertanya-tanya, namun Yudistira diam membisu, hanya terus melangkah. Di saat
semua pihak terheran-heran, hanya Kresna yang tersenyum karena mengetahui tujuan
Yudistira. Pasukan Korawa penasaran dengan tindakan Yudistira. Mereka siap
siaga dengan senjata lengkap dan tidak melepaskan pandangan kepada Yudistira.
Yudistira berjalan melangkah ke arah Bisma, kemudian
dengan rasa bakti yang tulus ia menjatuhkan dirinya dan menyembah kaki Bisma,
kakek yang sangat dihormatinya.
Yudistira berkata, “Hamba datang untuk
menghormat kepadamu, O paduka nan gagah tak terkalahkan. Kami akan menghadapi
paduka dalam pertempuran. Kami mohon perkenan paduka dalam hal ini, dan kami
pun memohon doa restu paduka”.
Bisma menjawab, “Apabila engkau, O Maharaja,
dalam menghadapi pertempuran yang akan berlangsung ini engkau tidak datang
kepadaku seperti ini, pasti kukutuk dirimu, O keturunanBharata, agar
menderita kekalahan! Aku puas, O putera mulia. Berperanglah dan dapatkan
kemenangan, hai putera Pandu! Apa lagi
cita-cita yang ingin kaucapai dalam pertempuran ini? Pintalah suatu berkah dan
restu, O putera Pritha. Pintalah sesuatu yang kauinginkan! Atas restuku itu
pastilah, O Maharaja, kekalahan tidak akan menimpa dirimu. Orang dapat menjadi
budak kekayaan, namun kekayaan itu bukanlah budak siapa pun juga. Keadaan ini
benar-benar terjadi, O putera bangsa Kuru. Dengan
kekayaannya, kaum Korawa telah mengikat diriku...”
Setelah Yudistira
mendapat doa restu dari Bisma, kemudian ia menyembah Drona, Kripa, dan Salya. Semuanya
memberikan doa restu yang sama seperti yang diucapkan Bisma, dan mendoakan
agar kemenangan berpihak kepada Pandawa. Setelah
mendapat doa restu dari mereka semua, Yudistira kembali menuju pasukannya, dan siap
untuk memulai pertarungan.
Yuyutsu memihak Pandawa
Setelah
tiba di tengah-tengah medan pertempuran, di antara kedua pasukan yang saling
berhadapan, Yudistira berseru, “Siapa pun juga yang memilih
kami, mereka itulah yang kupilih menjadi sekutu kami!”
Setelah berseru
demikian, suasana hening sejenak. Tiba-tiba di antara pasukan Korawa terdengar
jawaban yang diserukan oleh Yuyutsu. Dengan
pandangan lurus ke arah Pandawa, Yuyutsu berseru, ”Hamba bersedia bertempur di
bawah panji-panji paduka, demi kemenangan paduka sekalian! Hamba akan menghadapi
putera Dretarastra, itu pun apabila paduka raja berkenan menerima! Demikianlah,
O paduka Raja nan suci!”
Dengan gembira,
Yudistira berseru, “Mari, kemarilah! Kami semua ingin bertempur menghadapi
saudara-saudaramu yang tolol itu! O Yuyutsu, baik Vāsudewa (Kresna) maupun kami
lima bersaudara menyatakan kepadamu bahwa aku menerimamu, O pahlawan perkasa,
berjuanglah bersama kami, untuk kepentinganku, menegakkan Dharma! Rupanya hanya
anda sendirilah yang menjadi penerus garis keturunan Dretarastra,
sekaligus melanjutkan pelaksanaan upacara persembahan kepada para leluhur
mereka! O putera mahkota nan gagah, terimalah kami yang juga telah menerima
dirimu itu! Duryodana yang kejam dan berpengertian cutak itu
segera akan menemui ajalnya!”
Setelah mendengar
jawaban demikian, Yuyutsu meninggalkan pasukan Korawa dan
bergabung dengan para Pandawa. Kedatangannya disambut gembira. Yudistira
mengenakan kembali baju zirahnya,
kemudian berperang.
Pembantaian Bisma
Pertempuran
dimulai. Kedua belah pihak maju dengan senjata lengkap. Divisi pasukan Korawa
dan divisi pasukan Pandawa saling bantai. Bisma maju menyerang para ksatria Pandawa
dan membinasakan apapun yang menghalangi jalannya. Abimanyu melihat hal tersebut dan menyuruh
paman-pamannya agar berhati-hati. Ia sendiri mencoba menyerang Bisma dan para
pengawalnya. Namun usaha para ksatria Pandawa di hari pertama tidak berhasil.
Mereka menerima kekalahan. Putera Raja Wirata, Uttara dan
Sweta, gugur oleh Bisma dan Salya di hari pertama. Kekalahan di hari
pertama membuat Yudistira menjadi pesimis. Namun Sri Kresna berkata bahwa kemenangan sesungguhnya
akan berada di pihak Pandawa.
Duel Arjuna dengan Bisma
Pada
hari kedua, Arjuna bertekad untuk membalikkan keadaan
yang didapat pada hari pertama. Arjuna mencoba untuk menyerang Bisma dan membunuhnya, namun para pasukan
Korawa berbaris di sekeliling Bisma dan melindunginya dengan segenap tenaga
sehingga meyulitkan Arjuna. Pasukan Korawa menyerang Arjuna yang hendak
membunuh Bisma. Kedua belah pihak saling bantai, dan sebagian besar pasukan
Korawa gugur di tangan Arjuna. Setelah menyapu seluruh pasukan Korawa, Arjuna
dan Bisma terlibat dalam duel sengit. Sementara itu Dronamenyerang Drestadyumna bertubi-tubi dan mematahkan panahnya
berkali-kali. Duryodana mengirim pasukan bantuan dari kerajaan Kalinga untuk menyerang Bima, namun serangan
dari Duryodana tidak berhasil dan pasukannya gugur semua. Setyaki yang bersekutu dengan Pandawa memanah
kusir kereta Bisma sampai meninggal. Tanpa kusir, kuda melarikan kereta Bisma
menjauhi medan laga. Di akhir hari kedua, pihak Korawa mendapat kekalahan.
Habisnya kesabaran Kresna
Kesabaran Kresna habis sehingga
ia ingin menghabisi Bisma dengan tangannya
sendiri, namun dicegah oleh Arjuna
Pada hari ketiga, Bisma memberi instruksi agar pasukan Korawa
membentuk formasi burung elang dengan dirinya sendiri sebagai panglima berada
di garis depan sementara tentara Duryodana melindungi barisan belakang. Bisma
ingin agar tidak terjadi kegagalan lagi. Sementara itu para Pandawa
mengantisipasinya dengan membentuk formasi bulan sabit dengan Bima dan Arjuna sebagai pemimpin sayap kanan dan kiri.
Pasukan Korawa menitikberatkan penyerangannya kepada Arjuna, namun banyak
pasukan Korawa yang tak mampu menandingi kekuatan Arjuna. Abimanyu dan Setyaki menggabungkan kekuatan untuk
menghancurkan tentara Gandara milikSangkuni. Bisma
yang terlibat duel sengit dengan Arjuna, masih bertarung dengan setengah hati. Duryodana memarahi Bisma yang masih segan untuk
menghabisi Arjuna. Perkataan Duryodana membuat hati Bisma tersinggung, kemudian
ia mengubah perasaanya.
Arjuna dan Kresna mencoba menyerang Bhishma. Arjuna dan
Bisma sekali lagi terlibat dalam pertarungan yang bengis, meskipun Arjuna masih
merasa tega dan segan untuk melawan kakeknya. Kresna menjadi sangat marah
dengan keadaan itu dan berkata, "Aku sudah tak bisa bersabar lagi, Aku
akan membunuh Bisma dengan tanganku sendiri," lalu ia mengambil chakra-nya dan
berlari ke arah Bisma. Bisma menyerahkan dirinya kepada Kresna dengan pasrah.
Ia merasa beruntung jika gugur di tangan Kresna. Arjuna berlari mengejarnya dan
mencegah Kresna untuk melakukannya. Arjuna memegang kaki Kresna. Pada langkah
yang kesepuluh, Kresna berhenti.
Arjuna berkata, “O junjunganku, padamkanlah
kemarahan ini. Paduka tempat kami berlindung. Baiklah, hari ini hamba
bersumpah, atas nama dan saudara-saudara hamba, bahwa hamba tidak akan menarik
diri dari sumpah yang hamba ucapkan. O Kesawa, O adik Dewa Indra, atas perintah
paduka, baiklah, hamba yang akan memusnahkan bangsa Kuru!”
Mendengar sumpah
tersebut, Kresna puas hatinya. Kemarahannya mereda,
namun masih tetap memegang senjata chakra. Kemudian mereka berdua melanjutkan
pertarungan dan membinasakan banyak pasukan Korawa.
Keberanian Bima
Hari
keempat merupakan hari dimana Bima menunjukkan
keberaniannya. Bisma memerintahkan pasukan Korawa untuk
bergerak. Abimanyu dikepung oleh para ksatria Korawa lalu
diserang. Arjuna melihat hal tersebut lalu menolong Abimanyu. Bima muncul pada
saat yang genting tersebut lalu menyerang para kstria Korawa dengan gada. Kemudian Duryodana mengirimkan pasukan gajah untuk
menyerang Bima. Ketika Bima melihat pasukan gajah menuju ke arahnya, ia turun
dari kereta dan menyerang mereka satu persatu dengan gada baja miliknya. Mereka
dilempar dan dibanting ke arah pasukan Korawa. Kemudian Bima menyerang para
ksatria Korawa dan membunuh delapan adik Duryodana. Akhirnya ia dipanah dan
tersungkur di keretanya.Gatotkaca melihat
hal tersebut, lalu merasa sangat marah kepada pasukan Korawa. Bisma menasehati bahwa tidak ada yang mampu
melawan Gatotkaca yang sedang marah, lalu menyuruh pasukan agar mundur. Pada
hari itu, Duryodana kehilangan banyak saudara-saudaranya.
Perbantaian terus berlanjut
Pada
hari kelima, pembantaian terus berlanjut. Pasukan Pandawa dengan segenap tenaga
membalas serangan Bisma. Bima berada
di garis depan bersama Srikandi dan Drestadyumna di sampingnya. Karena Srikandi
berperan sebagai seorang wanita, Bisma menolak untuk bertarung dan pergi.
Sementara itu, Setyaki membinasakan pasukan besar yang dikirim untuk
menyerangnya. Pertempuran dilanjutkan dengan pertarungan antara Setyaki melawan Burisrawas dan kemudian Setyaki kesusahan
sehingga berada dalam situasi genting. Melihat hal itu, Bima datang melindungi
Setyaki dan menyelamatkan nyawanya. Di tempat lain, Arjuna bertempur dan membunuh ribuan tentara
yang dikirim Duryodana untuk menyerangnya.
Pertumpahan darah
yang sulit dibayangkan terus berlanjut dari hari ke hari selama pertempuran
berlangsung. Hari keenam merupakan hari pembantaian yang hebat. Drona membantai
banyak prajurit di pihak Pandawa yang jumlahnya sukar diukur. Formasi kedua
belah pihak pecah. Pada hari kedelapan, Bima membunuh
delapan putera Dretarastra.
Putera Arjuna — Irawan — terbunuh oleh para Korawa.
Pada hari
kesembilan Bisma menyerang pasukan Pandawa dengan membabi buta. Banyak laskar
yang tercerai berai karena serangan Bisma. Banyak yang melarikan diri atau
menjauh dari Bisma, pendekar tua nan sakti dari Wangsa Kuru. Kresna memacu kuda-kudanya agar berlari ke
arah Bisma. Arjuna dan Bisma terlibat dalam pertarungan
sengit, namun Arjuna bertarung dengan setengah hati sementara Bisma
menyerangnya dengan bertubi-tubi. Melihat keadaan itu, sekali lagi Kresna
menjadi marah. Ia ingin mengakhiri riwayat Bisma dengan tangannya sendiri. Ia
meloncat turun dari kereta Arjuna, dengan mata merah menyala tanda kemarahan
memuncak, bergerak berjalan menghampiri Bisma. Dengan senjata
Chakra di tangan, Kresna
membidik Bisma. Bisma dengan pasrah tidak menghindarinya, namun semakin merasa
bahagia jika gugur di tangan Kresna. Melihat hal itu, Arjuna menyusul Kresna
dan berusaha menarik kaki Kresna untuk menghentikan langkahnya.
Dengan sedih dan
suara tersendat-sendat, Arjuna berkata, “O Kesawa (Kresna), janganlah
paduka memalsukan kata-kata yang telah paduka ucapkan sebelumnya! Paduka telah
mengucapkan janji bahwa tidak akan ikut berperang. O Madhawa (Kresna), apabila
paduka melanjutkan niat paduka, orang-orang akan mengatakan bahwa paduka
pembohong. Semua penderitaan akibat perang ini, hambalah yang harus
menanggungnya! Hambalah yang akan membunuh kakek yang terhormat itu!...”
Kresna tidak
menjawab setelah mendengar kata-kata Arjuna, tetapi dengan menahan kemarahan ia
naik kembali ke atas keretanya. Kedua pasukan tersebut melanjutkan kembali
pertarungannya.
Gugurnya Bisma
Rsi
Bisma tidur di "ranjang panah" (saratalpa)
Para Pandawa tidak mengetahui bagaimana cara
mengalahkan Bisma. Pada malam
harinya, Pandawa menyusup ke dalam kemah Bisma. Bisma menyambutnya dengan doa
restu. Pandawa menjelaskan maksud kedatangannya, yaitu mencari cara untuk
mengalahkan Bisma. Kemudian Bisma membeberkan hal-hal yang membuatnya tidak
tega untuk berperang. Setelah mendengar penjelasan Bisma, Arjuna berdiskusi dengan Kresna. Ia merasa
tidak tega untuk mengakhiri riwayat kakeknya. Kemudian Kresna mencoba
menyadarkan Arjuna, tentang mana yang benar dan mana yang salah.
Pada hari
kesepuluh, pasukan Pandawa dipelopori oleh Srikandi di garis depan. Srikandi menyerang Bisma, namun ia tidak
dihiraukan. Bisma hanya tertawa kepada Srikandi, karena ia tidak mau menyerang
Srikandi yang berkepribadian seperti wanita. Melihat Bisma menghindari
Srikandi, Arjuna memanah Bisma berkali-kali. Puluhan panah menancap di tubuh
Bisma. Bisma terjatuh dari keretanya. Pasukan Pandawa bersorak. Tepat pada hari
itu senja hari. Kedua belah pihak menghentikan pertarungannya, mereka mengelilingi
Bisma yang berbaring tidak menyentuh tanah karena ditopang oleh panah-panah.
Bisma menyuruh para ksatria untuk memberikannya bantal, namun tidak satu pun
bantal yang mau ia terima. Kemudian ia menyuruh Arjuna memberikannya bantal.
Arjuna menancapkan tiga anak panah di bawah kepala Bisma sebagai bantal. Bisma
merestui tindakan Arjuna, dan ia mengatakan bahwa ia memilih hari kematian
ketika garis balik matahari berada di utara.
7. Dronoparwa
Isinya
menceritakan peperangan pada hari kesebelas sampai pada hari yang ke limabelas.
Dalam pertempurannya itu Drona tewas karena ditipu oleh antara
lain Yudistiraapakah putranya Aswatama sudah tewas atau
belum. diangkatnya
Bagawan Drona sebagai panglima
perang pasukan Korawasetelah
Rsi Bhisma gugur di tangan Arjuna.
Dalam kitab ini diceritakan bahwa Drona ingin menangkap Yudistira hidup-hidup untuk
membuat Duryodana senang. Usaha
tersebut tidak berhasil karena Arjuna selalu melindungi Yudistira. Pasukan yang
dikirim oleh Duryodana untuk membinasakan Arjuna selalu berhasil ditumpas oleh
para ksatria Pandawa sepertiBima dan Satyaki.
Dalam kitab Dronaparwa juga diceritakan tentang siasat Sri Kresna yang menyuruh agar
Bima membunuh gajah bernama Aswatama. Setelah gajah tersebut dibunuh, Bima
berteriak sekeras-kerasnya bahwa Aswatama mati. Drona menanyakan kebenaran
ucapan tersebut kepada Yudistira, dan Yudistira berkata bahwa Aswatama mati.
Mendengar hal tersebut, Drona kehilangan semangat berperang sehingga meletakkan
senjatanya. Melihat hal itu, ia dipenggal oleh Drestadyumna. Setelah kematian Drona,Aswatama,
putera Bagawan Drona, hendak membalas dendam. Dalam kitab Dronaparwa juga
diceritakan kisah gugurnya Abimanyu yang terperangkap
dalam formasi Cakrawyuha serta gugurnya Gatotkaca dengan senjata
sakti panah Konta.
8. Karnaparwa
Isinya
menceritakan gugurnya Gatokaca oleh Karna dengan senjata kunta dan gugurnya
arna oleh Arjuna dengan senjata pasopati
menceritakan kisah diangkatnya Karna sebagai panglima
perang pasukan Korawa,
menggantikan Bagawan Drona yang telah gugur.
Setelah Abimanyu dan Gatotkaca gugur,
Arjuna dan Bima mengamuk. Mereka
banyak membantai pasukan Korawa.
dalam kitab ini diceritakan bahwa Bima berhasil membunuh Dursasana dan merobek
dadanya untuk meminum darahnya. Salya, Raja Madra,
menjadi kusir kereta Karna. Kemudian terjadi pertengkaran antara Salya dengan
Karna. Dalam kitab ini diceritakan bahwa roda kereta perang Karna terperosok ke dalam lubang. Karna turun dari kereta dan
mencoba untuk mengangkat roda keretanya. Dengan senjata panah pasupati, Arjuna berhasil membunuh
Karna yang sedang lengah.
9. Salyaparwa
Isinya
menceritakan pertempuran terakhir pada hari yangt ke delapan belas. Dalam
pertempuran itu raja Salya yang menjadi panglima Kurawa gugur kena
senjataYudhistira yang bernama kalimasada. Peperangan berahir dengan kemenangan
di pihak Pandawa.
menceritakan kisah diangkatnya Salya sebagai panglima
perang pasukan Korawa, menggantikan Karna yang telah gugur.
Salya hanya memimpin selama setengah hari, karena pada hari itu juga Salya
gugur di tangan Yudistira.
Dalam kitab ini diceritakan kisahDuryodana yang ditinggal
mati saudara dan sekutunya dan kini hanya ia sendirian sebagaiKorawa yang menyerang Pandawa.
Semenjak seluruh saudaranya gugur demi memihak dirinya, Duryodana menyesali
segala perbuatannya dan berencana untuk menhentikan peperangan. Ia pun bersedia
untuk menyerahkan kerajaannya kepada para Pandawa agar mampu meninggalkan dunia
fana dengan tenang. Sikap Duryodana tersebut menjadi ejekan bagi para Pandawa.
Karena tidak tahan, Duryodana tampil ke medan laga dan melakukan perang tanding
menggunakan gada melawan Bima. Dalam
pertempuran tersebut, Kresnayang
mengetahui kelemahan Duryodana menyuruh Bima agar memukul paha Duryodana.
Setelah pahanya terpukul, Duryodana kalah. Namun sebelum ia meninggal, Aswatama yang masih hidup
diangkat menjadi panglima perang.
10. Sauptikaparwa
Isinya
menceritakan serangan pada malam hari yang dilakukan eluarga Kurawa secara
tiba-tiba sehingga menewaskan seluruh keluarga Pandhawa, kecuali kelima orang
Pandawa, Kresna dan Draupadi.
menceritakan kisah tiga ksatria dari pihak Korawa yang melakukan
serangan membabi buta pada di malam hari, saat tentara Pandawa sedang tertidur
pulas. Ketiga ksatria tersebut adalah Aswatama, Krepa, dan Kritawarma. Aswatama yang didasari motif balas dendam membunuh seluruh
pasukan Panchala termasuk Drestadyumna, yang membunuh Drona, ayah Aswatama.
Selain itu Aswatama juga membunuh Srikandi serta kelima
putera Pandawa atauPancawala. Aswatama kemudian menyesali perbuatannya lalu pergi ke
tengah hutan, berlindung di pertapaan Rsi Byasa. Para Pandawa dan Kresna menyusulnya.
Kemudian di sana terjadi pertarungan sengit antara Aswatama dengan Arjuna. Rsi
Byasa dan Kresna berhasil menyelesaikan pertengkaran tersebut. Kemudian
Aswatama menyerahkan seluruh senjata dan kesaktiannya. Ia sendiri mengundurkan
diri demi menjadi pertapa.
11. Striparwa
Isinya
menceritakan ratap tangis kaum puteri melihat dan mengenang malapetaka yang
telah terjadi akibat baratayuda.
kisah ratap tangis para janda yang ditinggal suaminya di
medan perang. Dikisahkan pula Dretarastra yang sedih karena
kehilangan putera-puteranya di medan perang, semuanya telah dibunuh oleh Pandawa. Yudistira kemudian mengadakan upacara pembakaran jenazah bagi mereka
yang gugur dan mempersembahkan air suci kepada arwah leluhur. Dalam kitab ini, Kunti menceritakan
asal-usul Karna yang selama ini
menjadi rahasia pribadinya.
12. Santiparwa
Isinya
menceritakan cerita sisipan pula yang tidak ada hubungannya dengan cerita
induk.
kisah berkumpulnya Dretarastra, Gandari, Pandawa, dan Kresna diKurukshetra.
Mereka sangat menyesali segala perbuatan yang telah terjadi dan hari itu adalah
hari tangisan. Yudistira menghadapi masalah batin karena ia merasa berdosa telah
membunuh guru dan saudara sendiri. Kemudian Bhisma yang masih terbujur di atas panah memberikan wejangan kepada
Yudistira. Ia membeberkan ajaran-ajaran Agama Hindusecara
panjang lebar kepadanya. Rsi Byasa dan Kresna turut membujuknya.
Mereka semua memberikan nasihat tentang ajaran kepemimpinan dan kewajiban yang
mesti ditunaikan oleh Yudistira.
13. Anucasanaparwa
Isinya
menceritakan cerita sisipan pulayang diambil dari buku-buku kaum brahma.
kisah Yudistira yang menyerahkan
diri bulat-bulat kepada Bhisma untuk menerima ajarannya. Bhisma menjelaskan ajaran Agama Hindu dengan panjang
lebar kepadanya, termasuk ajaran kepemimpinan, pemeintahan yang luhur,
pelajaran tentang menunaikan kewajiban, tentang mencari kebahagiaan, dan
sebagainya. Akhirnya, Bhisma yang sakti mangkat ke surga dengan tenang.
14. Acwamedikaparwa
Isinya
menceritakan Yudhistira mengadakan persembahan kurban kuda setelah selesai
baratayuda.
kisah kelahiran Parikesit yang sebelumnya
tewas dalam kandungan karena senjata sakti milik Aswatama.
Dengan pertolongan dari Kresna,
Parikesit dapat dihidupkan kembali. Kemudian Yudistira melakukan upacara Aswamedha.
Untuk menyelenggarakan upacara tersebut, ia melepas seekor kuda. Kuda tersebut
mengembara selama setahun dan di belakangnya terdapat pasukan Pandawa yang dipimpin oleh Arjuna.
Mereka mengikuti kuda tersebut kemanapun pergi. Kerajaan-kerajaan yang dilalui
oleh kuda tersebut harus mau tunduk di bawah kuasa Yudistira jika tidak mau
berperang. Sebagian mau tunduk sedangkan yang membangkang harus maju bertarung
dengan Arjuna karena menentang Yudistira. Pada akhirnya, para Raja di daratan India mau mengakui
Yudistira sebagai Maharaja Dunia.
15. Acramawasikaparwa
Isinya
menceritakan hal Destarastra yang karena kekecewaan hatinya bertekad
meninggalkan kerajaan untuk memulai hidup bertapa di hutan.
kisah Dretarasta, Gandari, Kunti, Widura dan Sanjaya yang menyerahkan
kerajaan sepenuhnya kepada Raja Yudistira sedangkan mereka pergi bertapa ke tengah hutan. Pandawa sempat mengunjungi pertapaan merekja di tengah hutan.
Akhirnya, Batara Narada datang ke hadapan para Pandawa, dan mengatakan bahwa
hutan tempat Dretarastra, Gandari, Kunti bertapa terbakar oleh api suci mereka
sendiri, sehingga mereka wafat dan langsung menuju surga.
Sehabis perangBharatayuddha,
sang Drestarastra diangkat menjadi raja selama limabelas tahun di Astina. Ini
bermaksud untuk menolongnya sebab putra-putra dan keluarganya sudah meninggal
semua. ParaPandawa taat dan berbakti kepadanya dan
menyanjung-nyanjungkannya supaya ia tidak teringat akan putra-putranya. Tetapi
sang Wrekodara selalu merasa jengkel dan mangkel
terhadapnya karena teringat akan perbuatan sang Duryodana yang selalu berbuat jahat. Maka kalau
tidak ada orang sang Drestarastra dicaci maki olehnya dan ditunjukkan atas
kesalah-salahannya. Akhirnya sang Drestarastra tidak tahan lagi karena merasa
segan dan meminta diri kepada raja Yudistira akan pergi dan tinggal di dalam
hutan. Lalu ia berangkat diantarkan oleh orang tua-tua: Arya Widura, dewi
Gandari dan dewi Kunti. Selama dalam pertapaan para Pandawa pernah
mengunjunginya namun tak lama kemudian sang Drestarastara meninggal karena api
suci yang diciptakan tubuhnya ketika bertapa, disusul oleh para pengiringnya.
16. Mauslaparwa
Isinya
menceritakan kejadian di kerajaan Dwarawati. Samba, anak laki-laki kresna,
berpura-pura hamil, kemudian berusaha mendatangkan dewa untuk menanyakan apakah
anak yang dikandungnyaakan melahirkan laki-laki atau perempuan. Mendengar
pertanyaan itu dewa menjadi marah karena merasa dipermainkan. Kemudian dewa
menjawab bahwa Samba tidak akan melahirkan manusia, tetapi akan melahirkan gada
(tongkat besi) yang akan menghancuran dan memusnahkan rakyat Dwarawati. Karena
itu setelah gada lahir,gada itu di lumatkan dan rakyat beramai-ramai
membuangnya ke laut, yang menyebabkan air laut menjadi beracun. Pada waktu
rakyat Dwarawati berpesta di tepi pantai, merea menjadi mabuk karena minum air
laut. Dalam keadaan mabuk itu mereka saling berpukul, yang mengakibatkan kematian
dan habisnya rakyat kerajaan Dwarawati. Melihat kemusnahan rakyatnya, Kresna
yang menjadi raja Dwarawati menajdi bersedih hati kemudian
bertekad mengundurkan diri dari kerajaan, kembali sebagai dewa
Wisnu. Binasanya
bangsa Wresni karena kutukan
seorang Brahmana.
Bangsa Wresni menghancurkan sesamanya dengan menggunakan senjata gada (mosala) setelah
lupa diri karena meminum arak yang menyebabkan mereka mabuk. Sehabis
pertempuran bangsa Wresni, Baladewa bermeditasi di
tengah hutan kemudian mengeluarkan ular suci dari mulutnya, setelah itu ia
menghilang mencapai keabadian. Setelah Kresna ditinggal Baladewa
dan bangsa Wresni musnah semua, ia pergi ke tengah hutan untuk bertapa. Di
dalam hutan, seorang pemburu melihat kaki Kresna bagaikan seekor rusa kemudian
menembakkan anak panah. Hal tersebut membuat Kresna mencapai keabadian dan
meninggalkan dunia fana. Arjuna sempat mengunjungi Dwarawati, dan ia mendapati bahwa kota
tersebut telah sepi. Ia mengadukan hal tersebut kepada Rsi Byasa, dan Rsi Byasa
menasihati para Pandawa agar meninggalkan
hal-hal duniawi untuk menempuh hidup sebagai “Sanyasin” (pertapa).
17. Mahaprastanikaparwa
Isinya
menceritakan suasana Pandawa bersama –sama Draupadi memasuki hutan menuju
surga. Dalam perjalanan itu Draupadi meninggal karena terlalu mencintai Arjuna.
Kemudian meninggal pula Sahadewa karena kecongkakanya, yang disusul Nakula.
Setelah itu Arjuna meninggal. Werkodara pun meninggal karena terlalu besar
mulut dan tak pandai menimbang rasa, akhirnya tinggalah Yudistira bersama
anjingnya yang masih hidup. Dengan pertolongan dewa Indera, ia pun dapat masu
surga, kecuali anjingnya. Tetapi Yudistira tidak mau berpisah dengan anjingnya,
akhirnya anjing itu menjelma menjadi dewa Darna. Atas kejujuran Yudistira
itulah akhirnya dewa Darma berkenan menghidupkan adik-adiknya kembali, mereka
itu akhirnya masuk surga.
18. Swargarohanaparwa
Menceritakan
kehidupan Pandawa di surga.
menceritakan akhir kisah perjalanan suci yang dilakukan oleh Pandawa.
Kisahnya diawali dengan penolakan Yudistira yang tidak mau
berangkat ke surga jika harus
meninggalkan anjing yang setia menemani dalam perjalanannya. Atas ketulusan
hati Yudistira, si anjing pun menampakkan wujud aslinya sebagai Dewa Dharma, ayah
Yudistira. Dewa Dharma mengatakan bahwa Yudistira telah berhasil melewati ujian
yang diberikan kepadanya dengan tenang. Setelah mengetahui yang sebenarnya,
Yudistira bersedia berangkat ke surga. Sesampainya di surga, Yudistira terkejut
karena tidak menemukan saudara-saudaranya yang saleh, melainkan mendapati bahwa Duryodana beserta sekutunya
yang jahat ada di sana. Sang Dewa mengatakan bahwa mereka bisa berada di surga
karena gugur di tanah suci Kurukshetra.
Yudistira kemudian berangkat ke neraka. Di sana ia mendengar suara
saudara-saudaranya yang menyayat agar mau menemani penderitaan mereka.
Yudistira yang memilih untuk tinggal di neraka bersama saudara yang saleh
daripada tinggal di surga bersama saudara yang jahat membuat para Dewa
tersentuh. Tabir ilusi pun dibuka. Dewa Indra menjelaskan bahwa
sebenarnya saudara-saudara Yudistira telah berada di surga bersama dengan
saudaranya yang jahat. Yudistira pun menyadarinya kemudian hidup berbahagia di
surga setelah membuang jasadnya.
Singkatnya:
Kitab
Adiparwa berisi berbagai cerita yang bernafaskan Hindu, seperti misalnya kisah pemutaran Mandaragiri, kisah BagawanDhomya yang menguji ketiga muridnya, kisah para leluhurPandawa dan Korawa, kisah kelahiran Rsi Byasa, kisah masa kanak-kanak Pandawa dan Korawa, kisah
tewasnya rakshasaHidimba di tangan Bhimasena, dan kisah Arjuna mendapatkanDropadi.
|
|
Kitab
Sabhaparwa berisi kisah pertemuan Pandawa dan Korawadi sebuah balairung untuk main judi, atas rencana Duryodana. Karena usaha licik Sangkuni, permainan dimenangkan selama dua kali oleh Korawa
sehingga sesuai perjanjian, Pandawa harus mengasingkan diri ke hutan selama
12 tahun dan setelah itu melalui masa penyamaran selama 1 tahun.
|
|
Kitab
Wanaparwa berisi kisah Pandawa selama masa 12 tahun pengasingan diri di
hutan. Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah Arjuna yang bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti. Kisah Arjuna
tersebut menjadi bahan cerita Arjunawiwaha.
|
|
Kitab
Wirataparwa berisi kisah masa satu tahun penyamaran Pandawa di Kerajaan
Wirata setelah mengalami
pengasingan selama 12 tahun. Yudistira menyamar sebagai ahli agama,Bhima sebagai juru masak, Arjuna sebagai guru tari, Nakulasebagai penjinak kuda, Sahadewa sebagai pengembala, danDropadi sebagai penata rias.
|
|
Kitab
Udyogaparwa berisi kisah tentang persiapan perang keluarga Bharata (Bharatayuddha). Kresna yang bertindak sebagai juru damai gagal merundingkan
perdamaian dengan Korawa. Pandawa dan Korawa mencari sekutu sebanyak-banyaknya di penjuru Bharatawarsha, dan hampir seluruhKerajaan India Kuno terbagi menjadi dua kelompok.
|
|
Kitab
Bhismaparwa merupakan kitab awal yang menceritakan tentang pertempuran
di Kurukshetra.
Dalam beberapa bagiannya terselip suatu percakapan suci antara Kresna dan Arjunamenjelang perang berlangsung. Percakapan tersebut dikenal
sebagai kitab Bhagavad Gītā.
Dalam kitab Bhismaparwa juga diceritakan gugurnya Resi
Bhisma pada hari kesepuluh karena
usaha Arjuna yang dibantu oleh Srikandi.
|
|
Kitab
Dronaparwa menceritakan kisah pengangkatan Bagawan Drona sebagai panglima perang Korawa. Drona berusaha
menangkap Yudistira,
namun gagal. Drona gugur di medan perang karena dipenggal oleh Drestadyumna ketika ia sedang tertunduk lemas mendengar kabar
yang menceritakan kematian anaknya, Aswatama. Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah
gugurnya Abimanyu dan Gatotkaca.
|
|
Kitab
Karnaparwa menceritakan kisah pengangkatan Karnasebagai panglima perang oleh Duryodana setelah gugurnyaBhisma, Drona,
dan sekutunya yang lain. Dalam kitab tersebut diceritakan gugurnya Dursasana oleh Bhima. Salya menjadi
kusir kereta Karna, kemudian terjadi pertengkaran antara mereka. Akhirnya,
Karna gugur di tangan Arjuna dengan senjataPasupati pada hari ke-17.
|
|
Kitab
Salyaparwa berisi kisah pengangkatan Sang Salyasebagai panglima perang Korawa pada hari ke-18. Pada hari itu juga, Salya gugur di
medan perang. Setelah ditinggal sekutu dan saudaranya, Duryodana menyesali perbuatannya dan hendak menghentikan
pertikaian dengan para Pandawa. Hal itu menjadi ejekan para Pandawa sehingga Duryodana
terpancing untuk berkelahi dengan Bhima. Dalam perkelahian tersebut,
Duryodana gugur, tapi ia sempat mengangkat Aswatamasebagai panglima.
|
|
Kitab
Sauptikaparwa berisi kisah pembalasan dendam Aswatama kepada tentara Pandawa.
Pada malam hari, ia bersama Kripa dan Kertawarma menyusup ke dalam kemah pasukan Pandawa dan membunuh
banyak orang, kecuali para Pandawa. Setelah itu ia melarikan diri ke
pertapaan Byasa.
Keesokan harinya ia disusul oleh Pandawa dan terjadi perkelahian antara
Aswatama dengan Arjuna. Byasa danKresna dapat menyelesaikan permasalahan itu. Akhirnya
Aswatama menyesali perbuatannya dan menjadi pertapa.
|
|
Kitab Striparwa
berisi kisah ratap tangis kaum wanita yang ditinggal oleh suami mereka di
medan pertempuran. Yudistiramenyelenggarakan upacara pembakaran jenazah bagi mereka
yang gugur dan mempersembahkan air suci kepada leluhur. Pada hari itu pula
Dewi Kunti menceritakan kelahiran Karnayang menjadi rahasia pribadinya.
|
|
Kitab
Anusasanaparwa berisi kisah penyerahan diri Yudistirakepada Resi
Bhisma untuk menerima ajarannya.
Bhisma mengajarkan tentang ajaran Dharma, Artha,
aturan tentang berbagai upacara, kewajiban seorang Raja, dan sebagainya.
Akhirnya, Bhisma meninggalkan dunia dengan tenang.
|
|
Kitab
Aswamedhikaparwa berisi kisah pelaksanaan upacara Aswamedha oleh Raja Yudistira. Kitab tersebut juga menceritakan kisah pertempuran Arjuna dengan para Raja di dunia, kisah kelahiran Parikesit yang semula tewas dalam kandungan karena senjata
sakti Aswatama, namun dihidupkan kembali oleh Sri Kresna.
|
|
Kitab
Asramawasikaparwa berisi kisah kepergian Drestarastra,Gandari, Kunti, Widura,
dan Sanjaya ke
tengah hutan, untuk meninggalkan dunia ramai. Mereka menyerahkan tahta
sepenuhnya kepada Yudistira. Akhirnya Resi Narada datang membawa kabar bahwa mereka telah pergi ke
surga karena dibakar oleh api sucinya sendiri.
|
|
Kitab
Mosalaparwa menceritakan kemusnahan bangsa Wresni. Sri Kresna meninggalkan kerajaannya lalu pergi ke tengah
hutan. Arjuna mengunjungi Dwarawati dan mendapati bahwa kota tersebut telah kosong. Atas
nasihat Rsi Byasa, Pandawadan Dropadi menempuh hidup “sanyasin” atau mengasingkan diri dan
meninggalkan dunia fana.
|
|
Kitab
Swargarohanaparwa menceritakan kisah Yudistira yang mencapai puncak gunung Himalaya dan dijemput untuk mencapai surga oleh Dewa Indra. Dalam perjalanannya, ia ditemani oleh seekor anjing yang
sangat setia. Ia menolak masuk surga jika disuruh meninggalkan anjingnya
sendirian. Si anjing menampakkan wujudnya yang sebenanrnya, yaitu DewaDharma.
|
1.2.5
Apa pengaruh
cerita Mahabharata bagi bangsa Indoesia
1.
Mempunyai pengaruh besar terhadap
kepercayaan Indonesia lama di Jawa
2.
Pahlawan-pahlwan di dalam mahabarata
diidentikan dengan roh nenek moyang bangsa Indonesia.
3.
Cerita Mahabarata dipergelarkan dengan
wayang kulit, yang disebut wayang purwa.
4.
Tokoh-tokoh dalam wayang purwa menjadi
polaerwatakan orang-orang Jawa.
5.
Untuk lakon Bharatayudha tidak dapat
mendapatkan perhatian, karena menurut keperayaan orang-orang Jawa hanya membawa
bencana saja.
6.
Oleh karena Mahabarata bukan hanya buku
cerita saja dan juga dipandang sebagai itab agama, maka kita ini i Indonesia
mendapat perhatian sepenuhnya, terbukti:
7.
Pada zaman pemerintahan Dharmawangsa
sekitar tahun 1000 diadakan penyalinan bagian-bagian Mahabarata ke dalam bahasa
Jawa-Kuna dalam bentuk prosa
8.
Episode-episode dalam Mahabarata banyak
yang diubah menjadi kitab kekawin (=syair dalam bahasa Kawi dalam irama India),
diantaranya:
9.
Arjuda Wiwaha
10.
Digubah oleh Empu Kanwa pada zaman
pemerintahan Erlangga abad XI.Menceritakan Arjuna ketika bertapa dan dimintai
tolong oleh paa dewa untuk membunuh raja raksasa bernama Niwatakawaca.
11.
Dalam wayang dinamakan lakon Mintaraga.
12.
Telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Belanda oleh Drs.Purbacaraka yang kemudia diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia oleh Sanusi pane.
13.
Telah dipahatkan dan menjadi hiasan
candi-candi di Jawa timr, ialah : Candi Surawana, Candi Kedaton, Candi Jago
atau Tumpang dan goa Salamangleng.
14.
Bharat-Yudha
15.
Gubahan Empu Sedha pada zaman
pemerintahan Prabu Jayabaya di Kediri (tahun 1135-1157), yang penyelesaianya
dilanjutkan oleh Empu Panulah, menceritakan peperangan besar di kuru sietra
antara Pandawa melawan Kurawa.
16.
Gathotkacasraya
17.
Digubah oleh empu Panuluh pada zaman
pemerintahan Praujayakreta (diduga pengganti Jayabaya) di Kediri.Isinya
menceritakan pertolongan Gatotkaca kepada Abimayu yang ingin mengawini Siti
Sundari yang telah bertunangan dengan Laksana Kumara ( putera dari Hastina).
18.
Bhoma-Kawya
19.
Bilamana dan olh siapa Kawya itu
digubah tidak jelas. Drs.Vander Tuuk menyangkanya sejaman dengan kitab
Semaradahana. Isinya meneceritakan peperangan antara prabu Kresna dengan sang
Bromah.
20.
Dalam kesusastraan melayu, juga
terdapat kitab-kitab yang berhubungan dengan kitab Mahabarata sebgai pengaruh
kesusastraan Jawa, yaitu:
21.
Hikayat sang Bhoma ( Saduran dari Bhoma
Kawya)
22.
Hikayat Pandhawa Lima atau hikayat panca
kelima ( Saduran dari Gatotkacacasraya dan Arjuna Wiwaha).
23.
Hikayat perang pandawa jaya (Sanduran
dari Bhaharata-Yudha)
1.2.6
Apa saja
nilai-nilai yang terkandung dalam cerita Mahabarata?
1.
Setiap janji haruslah ditepati.Bhisma
sedemikian erat hubungannya dengan ayahnya dan demi janjinya bersedia tidak
akan kawin-kawin selama hayatnya.
2.
Sifat-sifat menghasut dan memecah belah seoperti seperti
sifat Durma adalah sifat-sifat yang tidak baik. Bagaimanapun dia berusaha
mempertahankan kebatilan namun kebatilan itu akan hancur juga.
3.
Janganlah bimbang dalam menghancurkan musuh-musuh yang
sudah pasti melanggar kebenaran, karena kebenaran akan menang juga.
4.
Tabahlah dalam memperjuangkan cita-cita.
5.
Perjuangan menegakan kebenaran pasti menang, walaupun
untuk itu diperlukan waktu yang cukup lama.
6.
Orang yang memperjuangkan kebaikan akan menerima balasan
surga, sedangkan orang yang berbuat kejahatan akan menerima neraka (siksaan).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cerita Mahabarata merupakan salah satu
karya sastra yang diterjemahkan/ disadur ke dalam Bahasa Melayu/Indonesia.
Pengarang cerita tersebut, sampai saat ini belum jelas, ada yang mengataan
bahwa pengarangnya adalah Wyasa.Namun, ternyata Wyasa bukanlah penulis cerita
tersebut, melainkan sebagai Compulator (pengumpul). Hikayat Mahabrata
menceritakan silsilah keluaga Brahata dan rangkaian cerita-cerita Brahata yang
berkisar antara Kurawa dan Pandawa di Kuru-Ksetra, karena merebutkan warisan
berupa negara Hastina. Di dalamnya juga memuat ajaran-ajaran mengenai
keagamaan, kesusilaan, hukum, filsafat, dan pahlawan
Dari pembahasan yang telah
dipaparkan penulis diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kama merupakan salah satu bagian
dari Catur Purusa Artha. Kama merupakan hawa nafsu atau keinginan yang dapat
memberikan kepuasan atau kesejahteraan hidup.
2. Konsep Kama dalam cerita Mahabharata
yaitu, Korawa yang selalu mengumbar nafsu atau keinginannya yang tidak
terkendali menghalalkan segala cara, dengan memanfaatkan ayahanda Drestarasta
untuk memperdaya Pandawa lewat meja judi yang mana semua itu adalah bentuk
nafsu atau Kama dari Korawa yang tak terkendali.
Bagian
dari kisah Mahabharata yang mencerminkan Kama yaitu:
Pada bagian pertemuan raja Santanu dengan dewi Gangga dan
pada saat kematian raja Pandu. Ini diceritakan pada bagian Adi Parwa.
3.2
Saran
Berdasarkan
pembahasan yang telah diuraikan diaatas, maka penulis dapat mengajukan saran
bahwa sebagai umat hindu kita harus mampu memahami ajaran-ajaran yang
terkandung dalam epos Mahabharata sebagai cerminan dalam kehidupan di dunia
ini. Selebihnya lagi bagaimana kita harus mampu mengendalikan unsur kama atau
hawa nafsu yang ada dalam diri manusia agar tidak menjadi penghancur kehidupan.
DAFTAR
PUSTAKA
ü Buku
Kitab Bhagavad-Gita
Komentar
Posting Komentar